
HARI Buruh Internasional atau May Day bukan hanya seremonial tahunan, tetapi momentum strategis untuk mengevaluasi kembali relasi antara dunia kerja dan kualitas hidup pekerja. Hal itu disampaikan oleh Ekonom Indef dan Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, dalam refleksinya terkait peringatan 1 Mei.
Menurut Didik, kehidupan manusia, termasuk aktivitas ekonomi dan produksi, seharusnya berpegang pada prinsip universal, yaitu keseimbangan. Ia mengingatkan bahwa jika prinsip ini diabaikan, tatanan ekonomi dan korporasi akan terganggu.
"Produktivitas dan kesejahteraan itu dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Dunia usaha perlu hasil yang produktif dari para pekerjanya, tapi pada saat yang sama, kesejahteraan buruh adalah nilai dasar yang wajib diwujudkan," kata Didik melalui keterangannya, Kamis (1/5).
Ia menegaskan, buruh bukan sekadar roda penggerak ekonomi, tetapi subjek utama pembangunan nasional. Oleh sebab itu, memperingati Hari Buruh harus menjadi ajang meneguhkan komitmen kolektif untuk menciptakan ekosistem kerja yang produktif sekaligus manusiawi.
"Produktivitas tidak boleh hanya dinilai dari output. Ia harus lahir dari proses kerja yang sehat, adil, dan memanusiakan pekerja," terang Didik.
Dia juga menyoroti masih banyaknya pekerja yang belum menikmati hak-haknya secara penuh, seperti upah layak, perlindungan hukum, dan kepastian kerja. Padahal, menurutnya, perlindungan terhadap buruh bukan sekadar kewajiban moral, melainkan strategi jangka panjang bagi stabilitas dan keberlanjutan usaha.
"Perlindungan bukan beban, tapi investasi. Investasi yang menciptakan loyalitas, stabilitas, dan semangat kerja," kata Didik.
Ia mengapresiasi upaya negara dalam membangun sistem asuransi kesehatan dan ketenagakerjaan, namun tetap menekankan pentingnya perbaikan dan perluasan cakupan.
"Di tengah krisis ekonomi dan disrupsi teknologi, sistem jaminan sosial yang inklusif bukan hanya penting untuk perlindungan, tapi juga untuk menjamin keadilan dan solidaritas sosial," ungkapnya.
Di level perusahaan, Didik menyerukan penciptaan lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Tempat kerja yang bebas dari kekerasan, diskriminasi, dan tekanan psikologis dinilainya sebagai prasyarat bagi tumbuhnya produktivitas yang berkelanjutan.
"Ruang kerja yang sehat akan melahirkan inovasi, loyalitas, dan kolaborasi. Budaya kerja yang menghargai keberagaman dan nilai kemanusiaan adalah kunci," jelas Didik.
Dia juga menegaskan, tidak ada pembangunan ekonomi yang berhasil tanpa buruh yang sejahtera. Menurutnya, jika buruh sejahtera, maka hampir seluruh rakyat sejahtera, dan jika rakyat sejahtera, bangsa akan maju. (H-3)