LPEM UI: Perang Dagang Berdampak Besar pada Impor

1 week ago 8
 Perang Dagang Berdampak Besar pada Impor Truk memuat kontainer melintas di lapangan penumpukan kontainer (container yard) di PT Terminal Petikemas Surabaya(ANTARA FOTO/Didik Suhartono)

LEMBAGA Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menilai perang dagang yang tengah masuk babak baru akan berdampak besar pada perekonomian Indonesia. Itu terutama dari sisi harga barang impor yang digunakan oleh Indonesia. 

“Dengan perang dagang yang sudah dimulai ini memang dampaknya akan sangat besar ke Indonesia, pertama, harga barang impor akan semakin mahal,” ujar Ekonom Makroekonomi dan Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky saat dihubungi, Kamis (6/3).

“Karena walau semua tidak dari AS, tetapi banyak komponen yang dibuat di AS kemudian bahan bakunya dari negara lain seperti Meksiko, Kanada, dan Tiongkok, itu kemudian diekspor ke negara lain sebagai bahan baku lanjutan, ini yang kemudian kita kenal sebagai konsep global value chain,” tambahnya.

Dari kenaikan harga barang-barang impor itu, imbuh Riefky, tingkat inflasi di Indonesia berpotensi mengalami kenaikan. Alhasil otoritas terkait seperti Bank Indonesia dan pemerintah perlu melakukan tindakan-tindakan yang bisa meminimalkan potensi risiko tersebut. 

Di saat yang sama, Tiongkok yang menjadi sasaran utama dari kebijakan tarif tinggi AS juga akan mencari pasar lain untuk melakukan ekspor. Indonesia, berpotensi menjadi sasaran empuk dari barang-barang Negeri Tirai Bambu. 

“Akan ada langkah-langkah yang diambil Tiongkok, misalnya, seperti kemudian mengalihkan ekses produksi ke pasar lain selain AS, seperti Asia. Jadi, ada potensi juga kita akan kebanjiran produk impor dari Tiongkok. Ini yang akan menekan trade balance kita,” terang Riefky. 

Perang dagang yang terjadi juga dinilai bakal mendorong ketidakpastian ekonomi dunia semakin tinggi. Hal itu, kata Riefky, juga berpeluang besar berdampak pada perekonomian Indonesia. Itu terutama akan mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. 

Dia mengatakan, baik pemerintah dan Bank Indonesia sejatinya tak dapat berbuat banyak untuk menghadapi sejumlah tantangan tersebut. Hal yang paling mungkin dapat dilakukan ialah hanya menggenjot kinerja ekspor dan BI terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah. 

Hanya, hal tersebut dipandang tak akan mampu berdampak signifikan untuk memitigasi atau pun menangkal dampak dari perang dagang yang terjadi. “Tapi di jangka menengah dan panjang, tentu pemerintah bisa melakukan berbagai macam hal, seperti meningkatkan iklim investasi,” kata Riefky.

“Sehingga kalau ada trade derivation dari AS, Tiongkok, Kanada, tapi kita lihat misalnya dari episode periode pertama, banyak investment yang tidak melirik Indonesia, tapi justru malah ke Vietnam dan Meksiko, karena memang kita waktu itu tidak siap baik dari SDM, investasi untuk menarik investasi yang terjadi dari spillover perang dagang ini,” pungkasnya. (Mir/M-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |