
KETUA Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani mengungkapkan adanya peningkatan sebesar 10% dalam pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Data dari Catatan Tahunan (Catahu) 2024 mencatat sebanyak 445.502 kasus dilaporkan, mencerminkan peningkatan akses korban terhadap layanan pelaporan.
"Biasanya kita sangat khawatir kalau pelaporan itu naik. Bahkan pernah ada upaya untuk menempatkan turunnya pelaporan sebagai tanda keberhasilan pembangunan. Sekali lagi saya ingin mengingatkan bahwa jangan khawatir dengan peningkatan pelaporan. Karena sesungguhnya itu menunjukkan keberanian korban dan juga akses untuk melaporkan yang lebih dapat diandalkan," ujar Andy, Jumat (7/3).
Komnas Perempuan juga mencatat bahwa kenaikan paling signifikan terjadi pada kasus kekerasan seksual, yang meningkat 50% dibandingkan tahun sebelumnya. Tren ini menyoroti pentingnya implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Selain itu, kekerasan berbasis gender juga mengalami lonjakan lebih dari 14% dibandingkan tahun 2023. Mayoritas kasus masih terjadi dalam hubungan personal, di mana pelaku memiliki kedekatan dengan korban.
Andy menegaskan bahwa kualitas data yang dikumpulkan dalam Catahu 2024 mengalami perbaikan, meskipun jumlah lembaga yang terlibat sedikit berkurang dibandingkan tahun sebelumnya.
Sebanyak 83 lembaga berkontribusi dalam penyusunan data, dengan 34 di antaranya bekerja di tingkat nasional dan data dihimpun dari 21 provinsi.
Komnas Perempuan juga melakukan pembaruan metodologi dengan memilah data dalam tiga lapis proses peradilan, yaitu tingkat pelaporan, tingkat penuntutan, dan tingkat putusan persidangan. Langkah ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai seberapa banyak kasus yang berhasil diproses hingga tahap akhir.
"Keinginan yang kuat untuk sinergi data nasional ini dan juga untuk mengasah strategi pemenuhan hak korban inilah yang menjadi dasar pertimbangan judul Catahu 2024 ini: 'Menata Data, Menajamkan Arah'," jelas Andy.
Namun, ia juga menyoroti tantangan dalam membangun sistem data yang terintegrasi dan akurat, yang masih bergantung pada proses manual dan semi-digital.
Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendorong adanya komitmen dari berbagai pihak untuk memperkuat infrastruktur teknologi dan sumber daya manusia guna memastikan dokumentasi data yang lebih akurat dan responsif.
Dalam Catahu 2024, Komnas Perempuan juga menyoroti dua pencapaian penting dalam upaya penanganan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Pertama, pembentukan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Perdagangan Orang (PPA-PPO). Direktorat ini diharapkan dapat mempercepat penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak serta perdagangan orang.
Kedua, penguatan Mekanisme Kerja Sama Pencegahan Penyiksaan. Sejak 2018, enam lembaga, termasuk Komnas Perempuan, Komnas HAM, dan Ombudsman, telah bekerja sama dalam upaya pencegahan penyiksaan, terutama di lembaga pemasyarakatan dan tahanan lainnya.
Andy mengajak seluruh pihak untuk terus berkontribusi dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, baik melalui penguatan kebijakan, peningkatan layanan korban, maupun sinergi data yang lebih kuat.
"Membuat sinergi database itu tidak murah dan tidak mudah. Ia membutuhkan komitmen dari banyak pihak, termasuk anggaran yang memadai untuk infrastruktur teknologi dan sumber daya manusianya. Karena itu, mari kita jadikan sinergi database sebagai agenda bersama dalam membangun kebijakan publik yang lebih inklusif dan responsif terhadap korban," pungkasnya. (H-2)