
KOMISIONER Komisi Nasional Disabilitas (KND), Fatimah Asri Muthmainnah mengatakan, hampir 90% penyandang disabilitas di Indonesia tidak aktif bekerja atau mencari pekerjaan. Angka tersebut berdasarkan data per Desember 2024 dari organisasi buruh dunia, ILO.
Data serupa, lanjut dia, juga disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, hanya 2,8 % dari 17,9 juta penyandang disabilitas di Indonesia yang mampu menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi. Artimya, mayoritas penyandang disabilitas tidak bekerja dan berpendidikan rendah.
“Stigma negatif dan diskriminasi penyandang disabilitas dalam menempuh pendidikan perguruan tinggi masih kuat," kata dia dalam kuliah umum di Kampus Terpadu Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta bertajuk KND Menyapa: Memperkuat Kampus UNU Jogja yang Inklusif Disabilitas, Jumat (20/6).
Akibatnya, masih sangat sedikit disabilitas yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Sedikitnya penyandang disabilitas yang mampu mengakses pendidikan tinggi masih minim membuat mereka kesulitan pula mengakses pekerjaan-pekerjaan profesional dan sulit untuk bersaing. Namun, ketika hendak menjadi wirausaha, mereka sangat kurang mendapat pelatihan wirausaha
“Untuk itu, perguruan tinggi perlu merumuskan solusi dengan tingginya angka penyandang disabilitas yang belum bekerja dan melaksanakan program pengabdian masyarakat dengan memberikan pelatihan pemberdayaan ekonomi untuk peningkatan kapasitas bagi penyandang disabilitas,” tutur Fatimah.
Komisioner KND yang lain, Rachmita Maun Harahap menekankan pentingnya perguruan tinggi memiliki Unit Layanan Disabilitas (ULD). Dari 4.593 perguruan tinggi di Indonesia, terdapat 291 kampus yang menerima mahasiswa disabilitas. Namun dari jumlah itu hanya 71 kampus yang mempunyai ULD.
“Padahal tugas ULD ini penting dalam melakukan analisis kebutuhan, memberikan rekomendasi, melaksanakan pelatihan dan bimbingan teknis hingga pendampingan, dan melaksanakan pengawasan terkait kebutuhan penyandang disabilitas,” paparnya.
Melihat fakta terkait disabilitas tersebut, Pelaksana Harian (Plh) Rektor UNU Yogyakarta Suhadi Cholil menyatakan, UNU Yogyakarta memiliki peran strategis untuk menyuarakan pentingnya inklusi di lingkungan perguruan tinggi berbasis nilai-nilai Islam moderat dan humanis.
“Kuliah umum ini diharapkan mampu membangun kesadaran kolektif dan memperkuat kapasitas institusi dalam mengakomodasi kebutuhan mahasiswa disabilitas," ungkap dia.
Selain itu, kuliah umum ini juga menjadi sarana berbagi praktik baik dan pengalaman inspiratif dari KND, khususnya dalam melakukan pendampingan, pengawasan, dan kerja sama dengan perguruan tinggi.
Dalam mewujudkan kampus inklusif terutama bagi warga disabilitas, UNU Yogyakarta telah membentuk Center for Gender, Equality, Diversity, and Social Inclusion (GEDSI) yang turut memberi perhatian pada mahasiswa penyandang disabilitas, misalnya melalui pemberian beasiswa dan pendampingan selama berkuliah.
Suhadi pun menjelaskan kampus UNU Yogyakarta berkomitmen menjadi kampus inklusif termasuk dalam sarana prasarana yang mendukung akses disabilitas, seperti keberadaan tempat parkir, lift, toilet, dan perpustakaan yang ramah difabel, termasuk menyediakan Quran Braille.
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KND Jonna Aman Damanik menyampaikan, acara ini sekaligus disertai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama antara UNU Yogyakarta dan KND. "KND mendorong agar UNU Yogyakarta menjadi kampus inklusi sesuai indikator yang ditetapkan. Saya bersyukur nilai-nilai inklusivitas sudah tertanam di civitas academica UNU Yogyakarta," terang Joanna.
Direktur Center for GEDSI UNU Yogyakarta Wiwin Rohmawati menyatakan sejumlah tantangan dihadapi para penyandang disabilitas untuk memperoleh hak mendapatkan pendidikan. Mereka menemui hambatan kultural, seperti pelabelan negatif dan juga stigma dan perilaku diskriminatif dari masyarakat.
Hambatan-hambatan struktural juga dihadapi, seperti minimnya aksesibilitas fasilitas publik, kurangnya dukungan kebijakan yang implementatif, dan masih banyak kebijakan pemerintah yang belum memberikan akses penuh bagi penyandang disabilitas di fasilitas-fasilitas publik.
“Kehadiran KND memiliki arti penting sebagai representasi negara dalam mengawal pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Namun demikian, masih banyak yang belum mengenal dan memahami KND dan tugas serta fungsinya,” tutup dia. (AT/E-4)