
ANGGOTA Komisi II DPR RI, Rahmat Saleh, mengatakan, pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada yang terjadi akibat pelanggaran prosedur atau sengketa, harus diantisipasi secara serius oleh seluruh pihak terutama penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dia menilai pelaksanaan PSU tidak hanya menguras anggaran negara, namun juga bisa menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap proses demokrasi.
“PSU ini mahal, baik secara finansial maupun secara sosial-politik. Jangan sampai setiap pilkada berakhir dengan PSU, apalagi jika sampai terjadi sengketa lagi di Mahkamah Konstitusi,” ujar Rahmat kepada Media Indonesia pada Senin (21/4).
Selain itu, Rahmat mengingatkan agar KPU dapat bersikap lebih proaktif dalam mengantisipasi potensi pelanggaran pada beberapa PSU tersisa yang akan digelar ke depan.
Ia menyebut, pengawasan dan koordinasi antarlembaga harus diperkuat untuk mencegah kesalahan prosedural agar tidak merugikan semua pihak.
“Kita dorong KPU untuk lebih aktif dan jeli melihat potensi pelanggaran di lapangan. Jangan menunggu ada masalah baru bertindak. Ini harus diantisipasi sejak tahapan awal,” katanya.
Rahmat juga menekankan pentingnya asas kejujuran dan keadilan dalam penyelenggaraan PSU Pilkada di beberapa wilayah khususnya tingkat Provinsi seperti di Papua yang akan digelar Agustus mendatang.
“Pilkada adalah fondasi demokrasi. Utamakan jujur dan adil,,” tuturnya.
Tak hanya kepada penyelenggara, Rahmat juga menyampaikan himbauan kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dalam PSU mendatang.
Dia menyebut partisipasi pemilih menjadi kunci legitimasi dari hasil pilkada.
“Masyarakat jangan apatis. Gunakan hak pilih, jangan biarkan suara Anda disalahgunakan. PSU ini momentum penting untuk menentukan masa depan daerah,” tandasnya. (P-4)