
KETUA Presidium Koalisi Ojol Nasional (KON) Andi Kristianto mendesak adanya regulasi yang adil bagi status pengemudi ojek online (ojol). Dia mengatakan sejak awal para pengemudi sadar bahwa hubungan kerja mereka bersifat kemitraan.
Namun, selama ini dianggap belum ada regulasi yang memadai dalam mendukung sistem kemitraan ojol. Sehingga, menempatkan pengemudi ojol dalam posisi yang serba tidak pasti.
“Kami tahu dari awal status kami sebagai mitra. Tapi yang disayangkan, sampai sekarang belum ada aturan yang menjamin kemitraan ini adil dan seimbang. Kami tidak mau terus-menerus jadi mitra yang dirugikan," ujar Andi dalam keterangan resmi yang dikutip Minggu (11/5).
Lebih lanjut, Andi menyampaikan kritik terhadap narasi yang berkembang di kalangan elite tentang perubahan status kerja para pengemudi menjadi pekerja formal. Menurutnya, hal tersebut bukanlah solusi, melainkan justru bisa menjadi jebakan, khususnya bagi pengemudi ojol yang sudah tidak lagi memenuhi kriteria usia kerja formal.
"Jika dipaksakan masuk ke sistem ketenagakerjaan formal, bagaimana nasib driver yang sudah berusia lanjut? Apakah mereka akan tersingkir? Apakah keluarga mereka masih bisa bertahan?" katanya.
Andi pun mendorong Kementerian Ketenagakerjaan agar tidak memaksakan para mitra pengemudi untuk masuk dalam kerangka hubungan industrial yang tidak sesuai dengan praktik kemitraan dalam ekonomi digital.
“Kami mohon, jangan paksakan kami menjadi buruh. Kami bukan bagian dari struktur kerja konvensional," ucapnya.
Pihaknya menegaskan tidak membutuhkan janji kosong dalam hal penerapan status pengemudi ojol. Menurut Andi, apabila pemerintah benar-benar ingin membantu para pengemudi ojol, maka hentikan pendekatan politis dan mulailah menyusun regulasi yang adil, berpihak, dan disusun bersama komunitas ojol.
"Yang kami perlukan adalah sikap yang konsisten, bertanggung jawab dan regulasi adil. Kita bukan panggung politik atau properti narasi," pungkasnya. (E-4)