Ketika Hindul-Hindul Markindul Menyelinap di Istana

1 day ago 6
Ketika Hindul-Hindul Markindul Menyelinap di Istana (MI/Seno)

JIKA kita mengikuti berita-berita dari luar negeri, khususnya mengenai perlakuan Israel terhadap Palestina, hati kita sebagai pendukung historis Palestina menjadi kesal dan mendongkol. Tingkah polah Israel terhadap negara dan rakyat Palestina yang sedemikian rupa membuat kondisi Palestina benar-benar terpuruk dan porak-poranda, baik fisik maupun mental mereka.

Badan Intelijen Israel, Mossad, ternyata mengambil peranan yang amat besar sehingga apa pun yang diperbuat oleh pihak Israel tak ada perlawanan sama sekali dari pihak Palestina. Tampaknya Palestina benar-benar mati kutu menghadapi perlakuan intel dari Israel tersebut. Mossad yang kini dipimpin oleh David Barnea dengan Divisi Tzomet mereka benar-benar dengan mudah membuat kekuatan-kekuatan perlawanan Palestina seperti Hamas dan lainnya mati langkah serta 'menggigit' debu atau sia-sia.

Berbagai usaha dari dunia internasional untuk menghentikan keganasan Israel tampaknya juga tidak berhasil menghentikan ulah Israel tersebut. Entah berapa kali gencatan senjata yang diusahakan oleh dunia internasional terus berlangsung dan 'dikentuti' oleh Tel Aviv.

Sebenarnya, sejauh mana kesaktian Mossad dengan Divisi Tzomet mereka yang bertugas, terutama untuk merekrut agen-agen Mossad, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sulit diprediksi.

TERTANGKAPNYA GILCHALAN 

Kita tentu ingat adanya rencana Mossad untuk menggagalkan pertemuan 20 negara-negara maju dan berkembang (G-20) di Bali, beberapa tahun lalu. Rencana mereka saat itu ialah mendirikan pusat intelijen Mossad di Bali. Namun, gagal karena agen ganda mereka (Iran dan Israel), Gilchalan, tertangkap oleh pihak imigrasi Indonesia ketika yang bersangkutan berusaha masuk Indonesia lewat Bali. Itulah yang membuat terbongkarnya rencana di Indonesia.

Namun, apa mau dikata ternyata Divisi Tzomet mereka sudah berhasil merekrut beberapa kalangan di Indonesia untuk menjadi agen-agen andalan. Yang menjadi pertanyaan ialah sejauh mana komunitas intelijen kita dapat mendeteksi keberadaan agen-agen mereka, khususnya di Bali, dan sudah barang tentu di pusat pemerintahan negara: Jakarta. Sejauh ini, Badan Intelijen Negara (BIN) kita beserta komunitas intelijennya masih diam 1.000 bahasa. Belum terdengar ada langkah konkret mengatasinya.

Sebagai eksponen kekuatan-kekuatan patriotik sukarnois, terus terang, kita amat prihatin dengan kondisi yang stagnan dan ketidakjelasan semacam itu. Jangan-jangan tingkah pola Divisi Tzomet juga sudah masuk seperti peristiwa penyelundupan agen Central Intlijen Agency (CIA): Pat Price di era pemerintahan Bung Karno pada sekitar 1964-65 terulang kembali.

HINDUL-HINDUL MARKINDUL

Dalam kasus agen cantik CIA di Indonesia era pemerintahan Bung Karno, Badan Pusat Intelijen (BPI) yang dipimpin oleh Subandrio pernah kebobolan dengan masuknya agen CIA ke Indonesia. Juga badan intel Cakrabirawa menilai Pat Price 'bersih'. Yang sangat disayangkan ialah bobolnya benteng terakhir komunitas intelijen kita, yaitu tim khusus dari Detasemen Kawal Pribadi (DKP), yang juga menilai yang bersangkutan sosok yang bersih.

Begitulah karena seluruh aparat komunitas intelijen kita bobol, agen CIA Pat Price dapat bergaul erat dengan keluarga Bung Karno, termasuk dengan Bung Karno pribadi. Apalagi untuk lebih menutupi misi sebenarnya yang bersangkutan juga selalu mengenakan kebaya Jawa seperti Putri Solo dan ikut belajar menari bersama adik-adik penulis di Istana Merdeka.

Ternyata di balik keelokan wajah dan tubuhnya, ia mengemban misi yang amat kejam dan baru diketahui oleh Bung Karno setelah menerima telepon langsung dari Presiden Pakistan Ayub Khan. Ayub membeberkan secara mendetail siapa sebenarnya Pat Price, termasuk tugas sebenarnya yang tidak lain tidak bukan ialah menghabisi nyawa Bung Karno dengan racun sianida.

Mendengar hal tersebut tanpa panjang lebar Bung Karno segera mengusir yang bersangkutan keluar Indonesia dengan masih mempertimbangkan faktor perikemanusiaan sebagai salah satu sila dari Pancasila.

Dalam buku Bung Karno, Bapaku, Kawanku, dan Guruku (PGS Publisher, Jakarta, 1977) yang penulis tulis, berdasarkan surat Lord Bertrand Rusel, ahli filsafat dan pejuang perdamaian Inggris, yang dikirimkan ke Presiden Soekarno dan sempat ditunjukkan Bung Karno kepada adik penulis bernama Adis--panggilan sayang penulis terhadap Megawati Soekarnoputri. Dalam surat tersebut, ada delapan kepala negara nonblok yang dikategorikan progresif dan masuk daftar black list-nya CIA atau bakal dibunuh.

Kasus agen cantik CIA Pat Price yang menyamar menjadi mahasiswi cantik Amerika Serikat, dalam buku tersebut memang belum disebutkan namanya. Penulis waktu itu masih lupa menyebutkannya karena masih sibuk kuliah di ITB Bandung dan aktif dalam sejumlah kegiatan organisasi kepemudaan dan bermain band Aneka Nada, selain juga harus bolak-balik Jakarta Bandung. Dalam subjudul Bung Karno Kontra CIA (hal 221-227), agen cantik CIA tersebut sedemikian rupa menyamarkan dirinya sehingga identitasnya sama sekali sempat tak terdeteksi.

Penulis bahkan sempat menduga mahasiswi cantik tersebut termasuk salah satu 'hindul-hindul markindul', istilah yang diberikan oleh adik-adik penulis terhadap perempuan-perempuan yang mencoba menggoda dan ditaksir oleh Bung Karno. Bahkan, penulis sempat beralasan meminta waktu berpikir terlebih dahulu ketika Bapak meminta izin agar 'hindul-hindul markindul' tersebut dapat tinggal bersama adik-adik di Istana. Nyaris saja memang Pat Price diangkat menjadi saudara angkat adik-adik penulis dan tinggal bersama di Istana jika tidak ada informasi dari Ayub Khan.

Selain kasus Pat Price yang agen andalan CIA, agen-agen badan intelijen Inggris MI-6 juga beroperasi di Indonesia, terutama dengan ditemukannya dokumen Gilchrist di Kedutaan besar Inggris.

JANGAN RUSAK KEMBALI 

Kembali ke oknum-oknum warga Indonesia yang sudah telanjur menjadi agen-agen dari intel-intel asing, seluruh kaum patriotik sukarnois mendesak agar Presiden Prabowo Subianto segera melakukan berbagai upaya dan langkah penelitian yang mendalam, sejauh mana agen-agen tersebut sudah beroperasi di Indonesia dan berhasil merekrut warga negara Indonesia untuk mengkhianati negara mereka sendiri.

Kita khawatir. Janganlah kita yang berprinsip sekali-kali tidak meninggalkan sejarah, belakangan mengetahui ternyata agen-agen gelap tersebut yang berperan dalam berbagai peristiwa politik di Indonesia selama ini--katakanlah dalam kasus 1965 dan peristiwa politik lainnya hingga kini, mereka ialah gabungan dari agen-agen Mossad, agen-agen CIA, bahkan MI-6 yang kenamaan dari Inggris.

Mudah-mudahan intelijen dan administrasi Presiden Prabowo benar-benar waspada dan berani bertindak tegas terhadap agen-agen gelap tersebut bila benar-benar buktinya sudah diketahui. Jangan sampai mereka tenang-tenang saja beroperasi dan merusak kembali negara dan negeri kita, Indonesia. Semoga!

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |