Kesal dengan Aplikator Ojol soal BHR, Menaker: Mereka Ingin Skema Sendiri

13 hours ago 2

MENTERI Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkapkan kekesalannya terhadap argumen yang disampaikan pengusaha aplikator ojek online (ojol). Salah satunya mengenai Bantuan Hari Raya (BHR) pada Lebaran 2025.

Pemerintah melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. M/3/HK.04.00/III/2025 mengimbau aplikator ojol memberikan BHR sebesar 20% dari rata-rata pendapatan mitra pengemudi selama 12 bulan terakhir.

BHR ini sebagai bentuk tunjangan hari raya (THR) bagi mitra pengemudi ojek online dan kurir. Namun, kata Yassierli, saat dia menerima perwakilan perusahaan ojol, mereka bersikeras tidak bisa memenuhi ketentuan pembayaran BHR 20% kepada seluruh pengemudi ojol.

"Saya enggak usah sebutkan perusahaannya, tapi ada yang kekeuh. Mereka bilang 'Pak Menteri ini (BHR 20%) enggak bisa. Kami punya desain begini'," kata Menaker di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Jumat (2/4).

"Salah satu argumentasi yang agak membuat kita kesal dari pengusaha aplikator ojol itu adalah daripada mereka (pengemudi ojol) menganggur pak, kami sudah membantu mereka," ucapnya.

Menurut Menaker, pernyataan seperti itu seolah menjadikan pekerjaan dengan upah rendah sebagai solusi tunggal atas pengangguran. Kemudian, dia menilai pola pikir seperti tersebut menunjukkan kurangnya komitmen perusahaan aplikator terhadap penciptaan pekerjaan yang layak.

Yassierli menegaskan Kementerian Ketenagakerjaan bukan satu-satunya institusi yang bertanggung jawab atas hak pekerjaan yang manusiawi, tetapi juga datang dari pelaku usaha.

“Kementerian Ketenagakerjaan menjadi salah satu dari orkestrasi yang besar untuk menciptakan pekerjaan yang lebih baik. Ini menjadi pekerjaan rumah besar untuk mendapatkan pekerjaan yang layak," pungkasnya.

Dalam kesempatan sama, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro, juga berpandangan tanggung jawab atas pemenuhan hak-hak pekerjaan yang layak tidak hanya berada di tangan pemerintah, tetapi juga menjadi kewajiban sektor bisnis.

“Atas hak-hak pekerjaan yang layak, bukan hanya negara yang punya tanggung jawab, tetapi juga sektor swasta," imbuhnya.

Atnike menambahkan, pelaku usaha harus menunjukkan komitmen terhadap penghormatan HAM melalui kepatuhan terhadap regulasi yang ditetapkan pemerintah, serta dengan menyusun kebijakan internal yang menjunjung tinggi nilai-nilai HAM.

“Contohnya adalah kebijakan non-diskriminatif, penghormatan terhadap jam kerja yang layak, jaminan keselamatan kerja, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup,” tutupnya. (E-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |