Kementerian Lingkungan Hidup Perkuat Posisi Indonesia di Pasar Karbon Global

4 hours ago 1
Kementerian Lingkungan Hidup Perkuat Posisi Indonesia di Pasar Karbon Global ilustrasi(Dok.MI)

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) tengah memperkuat posisi Indonesia di pasar karbon global dengan mendorong Mutual Recognition Arrangement (MRA) bersama standar karbon internasional seperti Verra, Gold Standard, Puro Earth, dan Plan Vivo. Langkah ini diungkapkan langsung oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono. 

"Dengan Gold Standard kita sudah berkomunikasi intensif, targetnya, MRA dengan Gold Standard bisa ditandatangani sekitar Mei atau Juni. Dengan Verra, draft (MRA) sudah kami terima, sekarang sedang dikaji tim kami," ujar Diaz. 

Langkah ini dinilai penting untuk membuka peluang lebih luas bagi proyek-proyek karbon Indonesia agar bisa diperdagangkan secara internasional. Untuk itu, selain membidik permintaan pasar internasional, KLH juga tengah mendorong sisi suplai karbon domestik. Beberapa sektor seperti biochar, POME (limbah sawit), hingga proyek-proyek milik BUMN seperti Pertamina NRE, sambung dia, disiapkan sebagai sumber pasokan kredit karbon.  

Diaz juga menegaskan  kerja sama internasional tetap mengacu pada prinsip-prinsip nasional yang tidak bisa dinegosiasikan, yakni seluruh proyek karbon wajib terdaftar di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI), mendukung pencapaian National Determined Contribution (NDC) Indonesia melalui mekanisme buffer, dan transaksi pertama dilakukan di Indonesia agar dapat dicatatkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).  

Sejalan dengan langkah tersebut, IDXCarbon juga tengah mempersiapkan diri dengan menjajaki keanggotaan dengan Verra dan Gold Standard, serta memperkuat infrastruktur teknologi untuk integrasi sistem. 

"Koneksi dengan registri internasional bukan masalah. Di dalam negeri, IDXCarbon sudah terkoneksi secara otomatis dengan SRN-PPI dan APPLE-Gatrik milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)," ungkap Jeffrey Hendrik, Direktur Pengembangan BEI.  

 Perdagangan Karbon dengan Internasional

Sejak diluncurkan pada September 2023 hingga April 2025, Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) diklaim telah menunjukkan performa cukup menjanjikan dengan nilai transaksi hampir mencapai Rp80 miliar dan volume 1,6 juta ton CO2.

Menurut Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, volume transaksi bahkan mencatat volume transaksi karbon yang delapan kali lebih besar dibandingkan Malaysia dan dua kali lipat lebih tinggi dari Jepang yang diluncurkan hampir bersamaan dengan IDXCarbon.  

"Bursa karbon Indonesia cukup menarik sehingga kami sudah, bahkan mendapatkan permintaan dari pemilik-pemilik proyek dari luar Indonesia yang ingin mendaftarkan karbon kreditnya di IDXCarbon. Namun, fokus kami saat ini adalah membuka perdagangan unit karbon Indonesia kepada audiens internasional selebar-lebarnya," ujarnya.  

Target Pertumbuhan Ekonomi 8%

Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menilai bahwa untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, Indonesia membutuhkan sokongan dari sektor-sektor baru yang memiliki potensi besar, salah satunya berasal dari ekonomi karbon. Untuk itu, pihaknya tengah menyusun regulasi guna memperkuat ekosistem pasar karbon. 

“Kita sedang menggarap UU EBT, yang mengandung nilai ekonomi karbon dari Carbon Capture and Storage (CCS) dan pemanfaatan energi baru terbarukan. Setelah itu kita akan masuk revisi UU Migas yang mencakup aspek karbon yang bisa diperdagangkan seperti CCS,” jelasnya.
  
CarboNEX 2025 diselenggarakan oleh startup pengembang proyek karbon TruCarbon di Bursa Efek Indonesia. CEO TruCarbon Debby Reynata menyatakan tujuan utama dari CarboNEX adalah untuk mempertemukan pemerintah, pelaku usaha, organisasi masyarakat, dan penyedia teknologi untuk semakin meramaikan perdagangan karbon serta meningkatkan kesadaran publik terhadap isu perubahan iklim. “CarboNEX bukan sekadar acara hore, tetapi ajakan untuk bergerak bersama karena perubahan iklim adalah tantangan kolektif sehingga solusinya perlu kolaboratif,” ucap Debby. (H-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |