
MENTERI Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa pemberian Surat Izin Praktik (SIP) sebagai dokter umum bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) bersifat opsional. Kebijakan ini diambil untuk membantu meringankan beban finansial yang kerap dihadapi para peserta PPDS di Indonesia.
Menurut Budi, banyak peserta PPDS mengalami kesulitan ekonomi akibat tidak memiliki sumber pendapatan selama masa pendidikan. Melalui kebijakan ini, Kementerian Kesehatan memberikan kesempatan bagi peserta PPDS untuk melakukan praktik sebagai dokter umum, sehingga mereka dapat memperoleh penghasilan yang wajar dengan cara yang benar tanpa mengganggu kewajiban akademik dan klinis mereka.
Sebelum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan disahkan, peserta PPDS hanya dapat memiliki satu Surat Tanda Registrasi (STR), yaitu STR khusus untuk PPDS. Hal ini menyebabkan praktik sebagai dokter umum menjadi tidak legal bagi mereka. Namun, dengan adanya UU 17/2023, STR dokter umum tetap aktif selama masa pendidikan spesialis, memungkinkan PPDS untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan di luar jam kerja pendidikan.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum serta ruang kerja yang layak bagi para peserta pendidikan dokter spesialis.
“Kita ingin dokter spesialis di Indonesia memiliki standar yang sama seperti di luar negeri. Mereka seharusnya tidak membayar untuk belajar, melainkan mendapatkan penghasilan dari praktik selama pendidikan,” ujar Budi, Rabu (23/4).
Ditegaskan pula bahwa PPDS berbasis rumah sakit hospital-based telah menerima insentif yang bukan berasal dari praktik luar. Pemerintah juga terus mendorong insentif untuk PPDS berbasis universitas university-based agar segera diberikan.
Budi juga menjelaskan bahwa praktik dokter umum oleh peserta PPDS akan memungkinkan dilakukan di luar rumah sakit pendidikan, namun harus sesuai dengan ketentuan dari program studi (Prodi) masing-masing.
Perlu diketahui bahwa selama ini, PPDS direkrut dan membayar uang pendidikan ke pihak universitas. RS vertikal hanya merupakan wahana tempat PPDS untuk belajar dan praktik.
Kebijakan ini memungkinkan peserta PPDS untuk kembali bekerja sebagai dokter umum sesuai pengalaman mereka sebelum menempuh pendidikan spesialis.
“Sebelumnya mereka sudah bekerja dan memiliki keluarga. Sistem lama yang sama sekali tidak memberi ruang untuk praktik itu tidak sehat,” tambah Budi.
Lebih lanjut, Budi menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap jam kerja peserta PPDS di rumah sakit pendidikan. Ia meminta seluruh rumah sakit di bawah Kementerian Kesehatan untuk menerapkan aturan jam kerja secara disiplin.
Jika peserta harus menjalani lembur, mereka wajib diberikan waktu istirahat pada hari berikutnya. Tekanan psikologis yang berkelanjutan, menurut Menkes, akan berdampak pada kualitas pendidikan dan kesehatan mental peserta.
Ia juga mengimbau agar tugas-tugas non-medis tidak lagi dibebankan kepada peserta PPDS. Menkes menyoroti temuan di lapangan mengenai PPDS yang masih ditugaskan untuk mendorong tempat tidur pasien atau mengantar hasil laboratorium, yang seharusnya bukan tanggung jawab mereka. “Ini bukan tugas mereka dan harus diawasi langsung oleh para direktur rumah sakit,” tegasnya.
Anggota Konsil Kesehatan Indonesia, Mohammad Syahril menambahkan bahwa pengajuan SIP untuk praktik di luar rumah sakit pendidikan atau jejaring dapat dilakukan oleh peserta PPDS. Setiap Prodi memiliki regulasi berbeda, beberapa mengizinkan praktik setelah tahun kedua atau ketiga, sementara yang lain memiliki ketentuan tersendiri.
“PPDS dapat melakukan praktik di klinik swasta sebagai dokter umum di luar rumah sakit pendidikan, selama mengikuti ketentuan dari Prodi masing-masing,” jelas Syahril. (H-3)