
PRAKTISI hukum Bali, Dr. Togar Situmorang, S.H, M.H, M.A.P, C.LA, C.MED, C.R.A, secara tegas mempertanyakan kebijakan pemerintah Bali yang berencana melarang warga negara Indonesia (WNI) yang tidak memiliki KTP Bali untuk menjadi driver online di wilayah tersebut. Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang dan cenderung bersifat diskriminatif.
Saat dikonfirmasi pada Sabtu (15/3/2025), Praktisi Hukum yang dikenal sebagai Panglima Hukum Bali ini menegaskan bahwa kebijakan tersebut berpotensi melanggar hak dasar WNI dalam memperoleh pekerjaan di seluruh wilayah Indonesia.
"Ini NKRI. Semua WNI berhak tinggal di mana saja, bekerja di bidang apa saja, dan berkarya di seluruh wilayah NKRI. Apa dasar hukum pemerintah di Bali melarang orang yang bukan ber-KTP Bali menjadi driver online? Ini akan bertentangan dengan UU. Tunjukkan aturan mana yang melarang orang non-KTP Bali menjadi driver online," ujar Dr. Togar Situmorang.
Menurutnya, yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah bukanlah asal KTP driver online, melainkan kendaraan dengan pelat luar Bali yang digunakan secara komersial di wilayah tersebut. Ia menyoroti banyaknya kendaraan berpelat luar Bali yang datang ke pulau ini untuk disewakan, dirental, atau digunakan sebagai transportasi online.
"Mereka membayar pajak di daerah asal kendaraan, tetapi digunakan di Bali, memanfaatkan fasilitas jalan di Bali, serta berkontribusi pada kemacetan. Ini yang harus ditindak tegas. Pemerintah setempat harus segera berkoordinasi dengan perusahaan aplikasi untuk memblokir kendaraan tersebut agar tidak bisa beroperasi. Selain itu, rental kendaraan berpelat luar Bali juga harus segera ditangani dan ditertibkan," tegasnya.
Lebih lanjut, Dr. Togar menyatakan bahwa kebijakan yang melarang WNI non-KTP Bali menjadi driver online bisa berujung pada diskriminasi dan memicu protes besar. Ia menegaskan bahwa kebijakan semacam ini bertentangan dengan prinsip negara kesatuan yang menjamin kebebasan bekerja bagi seluruh warga negara.
"Jika kebijakan ini diterapkan, mungkin nanti juga akan diminta semua orang yang bukan ber-KTP Bali untuk meninggalkan Bali. Ini kebijakan yang sangat diskriminatif," imbuhnya.
Selain itu, Dr. Togar juga menyoroti permasalahan lain yang belum ditangani secara tegas oleh pemerintah setempat, seperti banyaknya kendaraan berpelat luar Bali yang masih beroperasi secara ilegal, serta maraknya turis asing yang mengendarai kendaraan dengan bebas tanpa menaati peraturan lalu lintas.
"Masih banyak rental kendaraan dengan pelat luar Bali yang beroperasi masif. Selain itu, banyak turis asing yang mengendarai motor dan mobil tanpa memperhatikan aturan lalu lintas, parkir sembarangan, tidak menggunakan helm standar, membonceng lebih dari dua orang, serta mengenakan pakaian tidak pantas di area publik. Semua ini menambah kemacetan dan masalah ketertiban umum. Namun, yang aneh, pribumi justru ditindak, sementara turis dibiarkan," ujarnya.
Dari perspektif hukum, kebijakan ini berpotensi melanggar konstitusi, khususnya Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selain itu, kebijakan ini juga bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menjamin setiap warga negara Indonesia memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pekerjaan tanpa diskriminasi berdasarkan domisili.
Selain itu, dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 38 ayat (2) disebutkan bahwa "Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak memilih pekerjaan yang sesuai."Jika kebijakan ini diterapkan, maka akan menimbulkan ketidakadilan hukum dan bertentangan dengan asas kebebasan bekerja yang dijamin oleh negara.
Dr. Togar Situmorang menambahkan bahwa kebijakan ini dapat berpotensi menjadi preseden buruk jika diterapkan di seluruh daerah di Indonesia. "Jika Bali juga ikut menerapkan aturan seperti ini, maka kami khawatir akan adanya perpecahan dan mengganggu persatuan masyarakat di NKRI. Bukan hanya Bali saja seluruh daerah lain pun harusnya demikian, selama itu WNI, Rakyat Indonesia berhak mendapatkan pekerjaan yang layak, dimanapun dia berada. Ini bisa menjadi polemik nasional yang justru memecah persatuan bangsa," tutupnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pemerintah Bali belum memberikan tanggapan resmi terkait kritik yang disampaikan oleh Dr. Togar Situmorang. Masyarakat pun menunggu klarifikasi dan keputusan lebih lanjut dari pihak terkait mengenai kebijakan yang menuai kontroversi ini. (H-2)