Kasus Direktur Pemberitaan JAK TV Jadi Pengingat Jurnalis tak Terima Suap

1 week ago 9
Kasus Direktur Pemberitaan JAK TV Jadi Pengingat Jurnalis tak Terima Suap Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar.(Dok. Antara)

PENETAPAN Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar sebagai tersangka oleh penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) harus menjadi mengingat bagi jurnalis untuk tidak menerima suap. Demikian disampaikan LBH Pers, AJI Jakarta, dan ICJR dalam rilis bersama menanggapi proses hukum yang dilakukan Kejagung.

Ketiga lembaga itu mendorong setiap insan pers untuk tetap menjunjung tinggi kode etik jurnalistik, termasuk menjalankan tugas profesi secara profesional, tidak menyalahgunakan profesi, dan tidak menerima suap. Direktur LBH Pers Mustafa Layong mengingatkan ketentuan Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik.

Secara eksplisit, beleid itu menegaskan bahwa dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, jurnalis dilarang menerima suap dan merekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara, dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang.

Dalam hal ini, Mustafa menegaskan kehadiran Dewan Pers berguna untuk menjamin independensi dan integritas perusahaan media maupun jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi yang dimandatkan lewat Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers.

Konsekuensinya, LBH Pers, AJI Jakarta, dan ICJR menekankan bahwa Dewan Pers lah yang berwenang menilai sebuah produk jurnalistik. Oleh karena itu, ketiga lembaga tersebut tidak setuju dengan penetapan Tian sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 21 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait obstruction of justice.

Status tersangka itu disematkan ke Tian dan dua advokat bernama Marcella Santoso dan Junaedi Saibih karena ketiganya dinilai telah melakukan permufakatan jahat untuk mengganggu penanganan kasus korupsi timah dan importasi gula lewat pemberitaan negatif soal kinerja kejaksaan.

Ketua Aji Jakarta Irsyan Hasyim berpendapat, pelabelan karya jurnalistik berupa kritik dan kontrol sosial sebagai konten yang dinilai pemberitaan negatif oleh Kejagung justru merupakan tindakan melebihi kewenangan yang mengancam kemerdekaan pers.

"Pemberitaan yang diproduksi dan dipublikasikan melalui saluran apapun, termasuk tidak terbatas pada media sosial perusahaan media JAK TV, merupakan bagian dari proses kerja jurnalistik yang dijamin konstitusi dan bukan merupakan tindak pidana," terang Irsyan lewat keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia, Rabu (22/4).

Meski mendukung agenda pemberantasan korupsi di Tanah Air, LBH Pers, AJI Jakarta, dan ICJR meminta aparat penegakan hukum untuk tetap bekerja secara profesional, proporsional, dan menghormati hak-hak asasi manusia, termasuk kebebasan berpendapat dan kemerdekaan pers. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |