
PARADISE Indonesia atau PT Indonesian Paradise Property Tbk (INPP) memastikan pembagian dividen sebesar Rp67,1 miliar kepada para pemegang saham untuk tahun buku 2024, meski tengah menghadapi ekspansi besar-besaran yang menyerap belanja modal (capex) senilai Rp1,1 triliun di tahun 2025. Langkah perusahaan ini dinilai sebagai sinyal positif atas kepercayaan manajemen terhadap kekuatan arus kas dan kesehatan finansial jangka menengah.
Presiden Direktur INPP, Anthony Prabowo Susilo, secara terbuka menjelaskan bahwa keputusan membayar dividen diambil meski perusahaan saat ini berada dalam mode ekspansi penuh. Menurutnya, setiap dana yang tersedia digunakan secara cermat untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang, tanpa mengabaikan kewajiban kepada pemegang saham.
“Dividen tetap kami bagikan meskipun kami sedang dalam fase pembangunan yang sangat agresif. Total sekitar Rp67,1 miliar kami alokasikan, atau setara Rp6 per saham,” ujar Anthony.
Ia menambahkan bahwa Paradise Indonesia saat ini sedang berada dalam fase ekspansi paling ambisius sejak perusahaan berdiri, dengan capex 2025 yang menembus angka Rp1,1 triliun.
Anthony juga menyebutkan bahwa alokasi capex akan difokuskan pada proyek-proyek strategis yang tersebar di kota-kota besar. Salah satunya adalah proyek pengembangan low-density lifestyle commercial di Balikpapan yang menandai kehadiran INPP di kota ke-9 di Indonesia. Proyek ini telah direncanakan sejak 2016, namun baru terealisasi setelah tertunda akibat pandemi covid-19.
Selain Balikpapan, lanjut dia, perusahaan juga tengah menyelesaikan pengembangan Antasari Place, meluncurkan ekspansi pusat perbelanjaan 23 Pascal di Bandung, serta mempersiapkan peluncuran mal baru di Semarang yang direncanakan masuk pasar pada kuartal kedua 2026. Keseluruhan proyek tersebut menjadi bagian dari strategi besar INPP untuk mempertahankan pertumbuhan dua digit setiap tahunnya.
Struktur Keuangan Sehat, Pembiayaan Aman
Direktur Keuangan INPP, Surina menegaskan bahwa strategi ekspansi besar yang dijalankan INPP telah didukung oleh struktur pendanaan yang kuat. Ia menyebut bahwa sekitar 70% dari kebutuhan capex tahun ini akan dibiayai melalui project financing dari lembaga keuangan, sedangkan sisanya berasal dari kas internal perusahaan.
“Dividen ini tetap kami bayarkan karena struktur keuangan kami memungkinkan. Rasio utang terhadap ekuitas hanya 0,3 kali, dan margin laba kotor kami tetap dijaga di kisaran 60%,” ujar Surina.
Kinerja keuangan INPP juga menjadi alasan kuat di balik keputusan tersebut. Pada kuartal pertama 2025, INPP mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 9% secara tahunan.
Hal yang lebih mencolok, porsi recurring income perusahaan mencapai 91%, naik signifikan dari angka 82 persen pada akhir 2024. Ini menegaskan bahwa model bisnis perusahaan yang mengandalkan pendapatan berulang dari hotel dan pusat belanja terbukti memberikan stabilitas yang kuat.
Lebih lanjut, Surina memaparkan bahwa laba bersih perusahaan melonjak dari Rp134 miliar di kuartal pertama tahun lalu menjadi Rp382 miliar pada periode yang sama tahun ini. Peningkatan ini tidak hanya berasal dari operasional, tetapi juga didorong oleh aksi korporasi seperti penjualan saham dalam kerja sama strategis dengan Hanshin Hamkyu serta revaluasi investasi.
“Peningkatan ini memperkuat posisi kami untuk tidak hanya berkembang, tetapi juga tetap memberikan imbal hasil kepada pemegang saham,” jelas Surina.
Model Bisnis Anti-Mainstream
Strategi pertumbuhan yang dijalankan INPP memang berbeda dari mayoritas pengembang properti di Indonesia. Anthony menjelaskan bahwa sejak awal perusahaan tidak mengandalkan sepenuhnya pada penjualan properti satu kali (one-off sales), melainkan mengedepankan aset jangka panjang yang menghasilkan pendapatan rutin.
“Kami ini termasuk anti-mainstream. Recurring income kami mencapai 82% tahun lalu dan kini 91%. Rata-rata developer lain hanya di kisaran 20–50%. Kami adalah investor jangka panjang atas aset berpenghasilan tetap,” tegas Anthony.
Menurut Anthony, INPP membangun properti dengan konsep 4M: Middle-up segment, Mid-size scale, Mixed-use concept, in Major cities. Aset-aset seperti Plaza Indonesia, FX Sudirman, Baywalk, 23 Pascal, dan jaringan hotel seperti Sheraton, Aloft, hingga Harris menjadi tulang punggung portofolio mereka yang kini mencakup 26 unit bisnis di 8 kota besar.
Adapun, lanjut dia, langkah INPP membagikan dividen di tengah ekspansi besar juga dilihat sebagai sinyal yang ditujukan kepada pasar dan investor bahwa perusahaan memiliki prospek arus kas yang solid dan fundamental yang sehat.
Dengan beban capex yang besar, banyak perusahaan memilih menunda pembagian dividen demi menjaga likuiditas. Namun INPP memilih jalur sebaliknya.
Keputusan ini dapat memperkuat persepsi investor terhadap kredibilitas dan integritas manajemen, terutama di tengah iklim bisnis properti yang masih diwarnai ketidakpastian pasca pandemi dan tekanan sektor high-rise.
“Jika kami bisa bertumbuh cepat dengan dana internal dan tetap memberikan dividen, kenapa tidak? Ini soal disiplin dan perencanaan,” tutup Anthony. (Z-10)