
SETELAH Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokal pada 2 April di acara Liberation Day AS, babak baru perang dagang dunia versi 2.0 dimulai kembali. Kebijakan tarif resiprokal dinilai mengejutkan dunia, karena setidaknya ada 180 negara terdampak kebijakan tarif resiprokal, dengan menggunakan tarif dasar 10% dan termasuk Indonesia dikenakan sebesar 32%.
Pengenaan tarif resiprokal AS memiliki dampak signifikan terhadap penurunan daya saing produk negara eksportir ke AS , tidak terkecuali Indonesia. Beberapa hal yang terus perlu dicermati adalah respons dan implikasi kebijakan tarif terhadap stabilitas ekonomi keuangan global maupun nasional.
Situasi perang dagang yang semakin memanas ditandai dengan balasan balik atau retaliasi oleh para mitra dagang AS seperti Tiongkok, Kanada, Meksiko, negara-negara Uni Eropa, dan diikuti beberapa negara lain melalui kenaikan bea masuk lebih tinggi atas barang-barang impor yang berasal dari AS. Sedangkan Presiden Prancis Macron mengimbau para pengusaha negara Uni Eropa menunda rencana investasi langsung ke AS.
Kebijakan tarif AS diperkirakan meningkatkan risiko ketidakpastian keuangan global. Hal ini ditandai, menjelang ataupun setelah diumumkannya kebijakan tarif resiprokal ini, hampir seluruh indeks bursa saham di berbagai negara merosot jatuh. Beberapa ekonom dunia juga berpandangan bahwa kebijakan tarif juga akan meningkatkan inflasi AS, memperlambat penurunan suku bunga bank sentral AS, memperkuat indeks mata uang dollar, meningkatkan utang AS, menjadi pemberat pertumbuhan dan bahkan berpotensi mengerah pada resesi ekonomi AS.
Sebagaimana diketahui, situasi dan kondisi perekenomian dan keuangan AS akan memiliki implikasi secara global, tidak terkecuali terhadap stabilitas dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional. Kebijakan tarif, secara langsung akan menjadi pengurang daya saing produk ekspor Indonesia di pasar AS, yang memiliki potensi menurunkan nilai ekspor Indonesia ke AS. Hal ini diperkirakan akan memberikan tekanan terhadap transaksi berjalan, yang ujungnya berpotensi memengaruhi nilai tukar rupiah.
Adapun ditinjau dari kelangsungan usaha eksportir, terutama untuk produsen produk ekspor unggulan ke AS seperti elektronik, tekstil, alas kaki, palm oil, karet, furnitur, udang, dan produk-produk perikanan laut, kiranya perlu langkah-langkah segera menemukan pemecahan masalah apakah itu kesegeraan negosiasi dengan mitra dagang AS ataukah dukungan fasilitasi menemukan pasar pengganti AS. Hal ini diperlukan agar berkelanjutan produksi dan kapasitas produksi produsen ekspor tidak terdampak secara signifikan, termasuk mitigasi terhadap implikasi PHK karena menurunnya volume penjualan sebagai akibat kebijakan tarif AS. Selain itu, diperlukan langkah antisipatif jangka pendek untuk mencegah terjadi spill over atau membanjirnya berbagai produk-produk asing ke Indonesia dari negara-negara yang terdampak kebijakan tarif resiprokal AS.
Lebih jauh lagi, kami DPR RI concern dan mendukung langkah-langkah dan upaya-upaya koordinatif mitigasi risiko instabilitas keuangan yang mungkin dapat saja terjadi dalam jangka pendek ini. Misalnya perlu narasi dan komunikasi atas kebijakan yang sedang ditempuh pemerintah untuk menjaga stabilitas keuangan, untuk memitigasi dan mengurangi reaksi ataupun sentiment negatif yang dapat menekan pelemahan pasar modal (pelemahan harga saham), pasar uang (kekeringan likuiditas dan suku bunga pasar uang antar bank), pasar valuta asing (pelemahan nilai tukar rupiah), dan pasar utang (kenaikan yield/imbal hasil SBN).
Tidak hanya itu, kami menyaksikan, mengapresiasi, dan mendukung respons cepat dan langkah-langkah strategis pemerintah dalam merespons kebijakan tarif resiprokal AS, meningkatkan daya saing, menjaga kepercayaan pelaku pasar dan meningkatkan kualitas iklim investasi untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Misalnya, tepat kiranya pemerintah menempuh penguatan kerja sama dagang dan investasi antar negara ASEAN dan dapat diperluas lagi pada grup atau kelompok negara yang Indonesia menjadi anggota seperti BRICS, OECD, dan lainnya dalam menghadapi berbagai tantangan global. Di samping itu, semangat dan upaya tetap menjaga dan memelihara hubungan baik dengan negara mitra dagang, termasuk AS, diperlukan diplomasi dan negosiasi dengan pemerintah AS terkait dengan kebijakan tarif resiprokal, patut didukung.
Lebih lanjut, dalam meningkatkan peningkatan transaksi dagang dan iklim investasi yang lebih berkualitas, kami mendukung penuh instruksi Presiden Prabowo kepada Kabinet Merah Putih untuk menempuh langkah strategis dan perbaikan struktural serta kebijakan deregulasi yaitu penyederhanaan regulasi dan penghapusan regulasi yang menghambat, khususnya terkait dengan non-tariff barrier.
Lebih dari itu, kita perlu terus memantau dinamika global yang sedang berlangsung. Kami juga memandang perlu penyampaian narasi dan komunikasi yang terpadu, konsisten, dan berkelanjutan untuk memitigasi, mengurangi ketidakpastian, meredam sentimen negatif, dan menepis keraguan baik investor ataupun pelaku pasar.