
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah membekukan sementara perdagangan atau trading halt sistem perdagangan akibat IHSG ambruk lebih dari 5%. Investor disebut khawatir soal risiko fiskal Indonesia yang meningkat. Hal ini yang membuat banyak investor berpaling ke investasi lain yang jauh lebih aman dan memberikan kepastian imbal hasil.
"Semua khawatir bahwa risiko fiskal kian mengalami peningkatan yang membuat banyak pelaku pasar dan investor beralih kepada investasi lain," ujar Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus dalam keterangan resmi, Selasa (18/3).
Kekhawatiran lainnya yang membuat investor kabur, ungkapnya, lantaran melihat penerimaan pajak hingga akhir Februari 2025 mengalami penurunan drastis hingga 30,19% menjadi Rp 187,8 triliun. Hal ini berpotensi membuat defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) di tahun ini semakin melebar.
"Dengan defisit APBN semakin melebar, membutuhkan penerbitan utang yang lebih besar dan tentu saja rupiah kian semakin melemah," tuturnya.
Sementara, Tim Analis MNC Sekuritas mengungkapkan minggu ini, investor cenderung wait and see menjelang keputusan sejumlah bank sentral baik itu Bank Indonesia maupun The Fed terkait suku bunga acuan.
"BI diantisipasi kembali menahan suku bunga di level 5,75%," tulisnya.
Dari faktor eksternal, yang mempengaruhi gejolak pasar saham Indonesia ialah masih adanya eskalasi geopolitik yang kembali meningkat antara AS dengan Yaman (Houthi). Serta, adanya pembalasan tarif AS yang lebih besar dari Uni Eropa. Hal ini menjadi perhatian investor. (E-3)