
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi hingga 6,12% ke level 6.076. Akibatnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) membekukan sementara perdagangan alias trading halt sistem perdagangan pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) selama 30 menit.
Trading halt dilakukan ketika IHSG telah merosot 5,02% ke 6.146. Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, setidaknya terdapat lima isu yang mendorong IHSG ambruk pada hari ini.
"Tiga adalah isu lama, yang membuat investor hati-hati, dua lainnya adalah isu baru yang membuat investor takut," kata dia melalui keterangannya, Selasa (18/3).
Tiga isu lama yang membuat investor berhati-hati ialah hasil APBN Februari 2025 yang buruk dan outlook fiskal yang berat di 2025. Itu diikuti dengan kebijakan pemerintah yang tidak realistis dan tanpa teknokrasi jelas, serta sejumlah isu korupsi besar yang merusak kepercayaan investor.
Sementara, dua isu baru ialah dinamika terbaru mengenai wacana yang berkembang di publik, yaitu dwifungsi TNI yang dikhawatirkan menimbulkan protes besar. Kemudian adanya kekhawatiran investor mengenai peringkat kredit Indonesia yang berpotensi turun.
"Maret-April Fitch dan Moody's akan umumkan, Juni-Juli S&P akan umumkan" kata Wijayanto.
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus menilai jebolnya IHSG hari ini merupakan respons pasar terhadap kinerja APBN dan proyeksi pemburukkan ke depan.
"Semua khawatir bahwa risiko fiskal kian mengalami peningkatan di Indonesia yang membuat banyak pelaku pasar dan investor pada akhirnya memutuskan untuk beralih kepada investasi lain yang jauh lebih aman dan memberikan kepastian imbal hasil. Sehingga saham menjadi tidak menarik, dan mungkin obligasi menjadi piihan setelah saham," kata dia.
Adapun pendapatan negara diketahui mengalami penurunan hingga 30% dan mengakibatkan defisit APBN melebar. Itu mendorong penerbitan utang yang lebih besar dan berdampak pada kondisi rupiah yang kian semakin melemah.
"Hal ini yang berpotensi untuk menyebabkan tingkat suku bunga Bank Indonesia juga akan lebih sulit untuk mengalami penurunan," terang Nico. (E-3)