HASIL studi yang dilakukan Sustainable Waste Indonesia (SWI) bersama Indonesian Plastic Recyclers (IPR) menunjukkan kinerja daur ulang plastik di Indonesia berjalan baik.
Dalam hasil studi bernama Recycling Rate Index (RRI) itu disebutkan tingkat daur ulang plastik total dari sampah pascakonsumsi (PCR) yang tergolong moderat.
Bahkan menurut Directur SWI sekaligus peneliti utama Dini Trisyanti dalam keterangannya di Jakarta, Rabu tingkat daur ulang sampah pasca konsumsi (PCR) termasuk tinggi untuk PET botol di 71% dan HDPE rigid di 60%.
"Angka tingkat daur ulang ini berada dalam tingkat yang baik dan telah meningkat secara signifikan berkat kolaborasi yang terjadi lintas pemangku kepentingan, termasuk berbagai inisiatif yang telah dilakukan industri," katanya.
Dini menjelaskan studi dilakukan selama periode Juli hingga Desember 2024 dengan pendekatan hulu-hilir, metode pengumpulan data melalui wawancara sekitar 700 pelaku rantai nilai plastik dan data sekunder berdasarkan data pemerintah, BPS, dan literatur.
Menurut dia, studi ini menunjukkan kontribusi daur ulang plastik dalam produksi resin plastik mencapai 19 persen dengan total nilai ekonomi mulai dari pengumpulan, agregasi hingga daur ulang plastik setidaknya mencapai Rp19 triliun per tahun.
"Melihat dampak ekonomi dan pentingnya peran daur ulang plastik dalam pengelolaan sampah, diperlukan kolaborasi aktif lintas sektor," katanya.
Dalam hal ini, tambahnya, termasuk edukasi konsumen dalam memilah sampah dari sumber, transparansi pelaporan daur ulang secara nasional, serta inovasi teknologi untuk mendorong daur ulang plastik.
Ia menyatakan studi RRI yang menampilkan data akurat sangat krusial untuk memahami kondisi nyata di lapangan dan berharap bisa menjadi dasar bagi kebijakan yang lebih tepat.
Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Ade Palguna Ruteka menilai studi yang dijalankan SWI selain melengkapi upaya yang telah dilakukan pemerintah, juga memberikan wawasan tambahan melalui hasil identifikasi dan analisa yang komprehensif.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas pemangku kepentingan sebagai kunci untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang inklusif dan berkelanjutan.
Menurut dia, melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, pemerintah menargetkan penyelesaian 100 persen permasalahan sampah pada tahun 2029.
"Untuk mencapai target tersebut, telah disiapkan berbagai strategi pengurangan dan penanganan sampah, termasuk mendorong penerapan prinsip ekonomi sirkular dalam sistem daur ulang serta mendorong produsen untuk menerapkan Extended Producer Responsibility (EPR)," katanya.
Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia Foundation Maya Tamimi menyatakan perusahaan terus berkomitmen untuk mengambil peran aktif dalam menangani sampah plastik di seluruh rantai nilai bisnisnya.
Pada tahun 2024, perusahaan tersebut telah mengumpulkan dan mengelola 90.000 ton sampah plastik, lebih banyak dari yang digunakan untuk menjual produk-produknya.
Sustainability Delivery Lead Nestlé Indonesia Maruli Sitompul menambahkan perusahaan melakukan pengumpulan sampah plastik sejumlah kemasan plastik yang mereka produksi/pakai.
Dalam hal ini perusahaan bekerjasama dengan para pengepul, pendaur ulang, dan TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle/mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang) di Kabupaten Karawang Jawa Barat yang mampu melayani hingga 6.000 rumah tangga.
Di kesempatan yang sama, Astri Wahyuni, Public Affairs and Sustainability Director Aqua, menyampaikan bahwa ekosistem daur ulang di Indonesia terus berkembang di tengah tantangan seperti kualitas input dari sampah tercampur, harga produk RPET yang masih tinggi, dan kebutuhan insentif bagi pelaku.
Melalui studi ini, SWI berharap dapat memperkuat fondasi kolaboratif dalam pengelolaan sampah plastik nasional yang lebih terintegrasi, inklusif dan berkelanjutan. (Ant/E-2)