
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) meminta masyarakat tidak skeptis dengan penegakan hukum di Indonesia setelah menersangkakan empat orang hakim yang diduga menerima suap dalam pengurusan perkara kasus korupsi minyak sawit di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Empat hakim yang kini jadi tersangka dinilai tak mencerminkan sikap institusional.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebut, perbuatan itu dilakukan secara personal dan tidak dapat dipandang sebagai perbuatan lembaga peradilan sebagai institusi. Selaku penyidik yang menersangkakan keempat hakim, Kejagung, sambung Harli, masih meyakini bahwa semua lembaga penegakan hukum memiliki sistem pengawasan yang ketat.
"Masyarakat tidak harus skeptis, tidak harus pesimis. Tetapi, inilah yang menjadi tugas kita bersama sebagai anak bangsa untuk bagaimana melakukan mitigasi terhadap setiap persoalan-persoalan yang muncul akibat adanya tindakan-tindakan personal dari oknum," kata Harli di Kompleks Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4).
Pada Sabtu (12/4) malam, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejagung menetapkan mantan Wakil Ketua PN Pusat sekaligus Ketua PN Jakarta Selatan M Arif Nuryanta. Berikutnya pada Minggu (13/4), penyidik kembali menersangkakan tiga orang hakim, yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Ketiganya menjadi maejlis mengadili sidang korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng, dengan terdakwa korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Suap yang diterima melalui kuasa hukum terdakwa memungkinkan majelis hakim menjtuhkan putusan lepas atau onstlag.
Menurut Harli, keputusan penyidik JAM-Pidsus untuk menersangkakan empat hakim tersebut merupakan langkah kecil untuk menjawab berbagai persoalan di institusi penegak hukum. Kendati demikian, ia yakim upaya Kejagung itu diperlukan untuk menegakkan kedaulatan hukum, termasuk kepentingan masyarakat dalam perkara korupsi minyak goreng.
"Apalagi terkait dengan kasus ini ada sejarahnya, terkait dengan kebutuhan masyarakat yang sangat begitu mendesak, bahwa perlu ada pemenuhan-pemenuhan dari sisi ekonomi. Dan jaksa hadir di sini," terangnya. (Tri/I-1)