Greenpeace: Raja Ampat Harus Dilindungi dan Dijauhkan dari Aktivitas Tambang

1 day ago 3
 Raja Ampat Harus Dilindungi dan Dijauhkan dari Aktivitas Tambang Perairan Misool, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.(Dok. Antara)

KETUA Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, mengatakan bahwa Raja Ampat merupakan wilayah yang kaya akan keanekaragaman hayati darat maupun laut dan banyak di antaranya bersifat endemik.

“Di sana juga terdapat pari manta hiu dan penyu dalam jumlah besar, juga dijuluki mahkota permata atau jantung dari segitiga karang. Raja Ampat juga menjadi rumah bagi 75% jenis karang di dunia dan ada sekitar 2.500 jenis ikan. Ini menunjukkan kekayaan alam Raja Ampat sangat penting, bukan hanya bagi Papua, Indonesia, tapi bagi dunia,” ungkapnya dalam Peluncuran Laporan dan Diskusi Greenpeace bertajuk Mendesak Perlindungan Raja Ampat Sepenuhnya, Kamis (12/6).

Karena keunikannya itu, lanjut Arie, wilayah Raja Ampat ditetapkan sebagai Global Geopark pada 2023 dan sekarang sedang diusulkan menjadi situs warisan dunia.

Di sini juga ada 66% cagar alam yang mencakup area seluas 366.568 hektare (ha) untuk laut sementara untuk 5 kawasan konservasi perairan daerah (KKPD) mencakup area seluas 1.155 ribu ha dan 2 kawasan konservasi perairan nasional (KKPN) 185 ribu ha.

Adapun selama ini terdapat 16 izin tambang nikel yang pernah dan masih berlaku di Raja Ampat. Dari jumlah tersebut, 13 izin berada dalam kawasan Geopark Raja Ampat, yang selama ini dikenal sebagai salah satu ekosistem paling berharga dan unik di dunia.

“Kini tersisa 5 izin tambang aktif, terdiri dari 4 di wilayah Geopark dan 1 di luar Geopark,” ujar Arie.

Arie menjelaskan bahwa empat IUP yang dicabut oleh pemerintah merupakan bagian dari wilayah Geopark. Namun, menurutnya, potensi ancaman terhadap kawasan tersebut masih tinggi.

Greenpeace mencatat ada tiga IUP tambahan yang saat ini sedang dalam proses gugatan hukum dan berpotensi aktif kembali apabila gugatan dimenangkan di pengadilan.

“Jadi, proses hukum itu bisa membuka peluang aktifnya kembali tambang-tambang yang sebelumnya dinonaktifkan,” ujar Arie.

Selain itu, pihaknya juga menemukan bahwa ada empat izin tambang yang berada di pulau-pulau kecil, yang justru diterbitkan kembali pada 2025. Hal ini membuat Greenpeace khawatir proses perlindungan terhadap wilayah Raja Ampat belum maksimal.

“Kita perlu hati-hati. Pencabutan izin pasca pertemuan Menteri ESDM dengan Pak Prabowo masih menyisakan banyak pertanyaan. Surga terakhir ini harus betul-betul dilindungi,” tegas Arie.

Dalam kesempatan ini, Greenpeace meminta pemerintah untuk mengurangi permintaan nikel karena permintaan inilah yang mendorong eksploitasi besar-besaran nikel di Indonesia.

“Kritikal mineral itu sangat penting dan transisi energi itu sangat penting. Tapi tidak kalah penting juga kita harus memiliki upaya untuk melakukan efisiensi. Daur ulang tentu menjadi solusi dalam konteks kendaraan listrik,” jelasnya.

Dia pun meminta penegakan aturan lebih ditekankan oleh pemerintah, karena ketika pemerintah memutuskan untuk mencabut IUP (izin usaha pertambangan) 4 perusahaan di Raja Ampat, perlu ada kekuatan hukum yang mengikat.

“Karena pengadilan sedang berproses dan itu bisa mengembalikan izin yang sudah mati sebelumnya. Kami Greenpeace berama 60 ribu orang yang sudah menandatangani petisi akan terus memantau supaya Raja Ampat bisa dilindungi. Kami khawatir tindakan pemerintah hanya untuk meredam tuntutan dan kehebohan. Tapi kami akan terus memantau dan meminta pemerintah untuk menjalankan implementasi terkait putusan pencabutan izin,” tegas Arie.

Di tempat yang sama, Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan, KKP, Ahmad Aris, menekankan bahwa pihaknya sangat concern untuk mengelola pulau kecil secara berkelanjutan.

“Tentu untuk mencapai hal tersebut diawali dengan regulasi yaitu melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pasal 23 itu sudah dijelaskan bahwa kegiatan pertambangan merupakan kegiatan yang tidak diprioritaskan. Artinya pemerintah daerah dalam menyusun rencana tata ruang harus memenuhi 9 unsur dalam pasal 23 tersebut baru boleh mengalokasikan ruang untuk kegiatan lainnya,” ujar Aris.

“Lebih lanjut di pasal 35 huruf h, bahwa kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil dilarang apabila menimbulkan dampak secara ekologi dan sosial ekologi atau sosial kemasyarakatan. Ini juga dipertegas dengan adanya putusan MK,” lanjutnya.

Aris menekankan bahwa pulau-pulau kecil itu tidak boleh dilakukan penambangan apabila menimbulkan dampak secara ekologis dan lainnya. Sementara terkait kasus tambang di Raja Ampat, sebetulnya pulau yang dipakai aktivitas pertambangan di Raja Ampat termasuk pulau sangat kecil, bukan pulau kecil lagi.

“Pulau ini ukurannya ada di bawah 100 km persegi atau di bawah 10 ribu hektare. Kita sudah mengatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 10 tahun 2024 tentang pemanfaatan pulau kecil dan perairan sekitar. Dalam aturan ini, closed tambang untuk pulau yang ukurannya di bawah 10 ribu ha atau di bawah 100 km persegi. Jadi memang enggak boleh kegiatan tambang,” ujar Aris.

Kepala Satuan Tugas Korsup Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dian Patria, menambahkan bahwa pihaknya beberapa permasalahan dalam persoalan tambang ini di antaranya resentralisasi.

“Izin tambang ini balik ke pusat semua. Kemudian ada juga soal UU Cipta Kerja, omnibus law yang mempermudah investasi tapi tidak ada omnibus law yang memudahkan pengawasan,” urai Dian.

Pihaknya juga menemukan bahwa banyak pemegang izin tambang tidak patuh. Dari 11 ribu izin usaha tambang, 1.850 di antaranya dikatakan tidak memiliki NPWP.

“Pengawasan ini sangat lemah dan sudah berjalan bertahun-tahun. Kalau enggak dibikin ramai mungkin mata kita semua enggak akan terbuka,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Hukum Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Dwi Januarto Nugroho, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen mengawal bagaimana isu kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh tindak kejahatan maupun pelanggaran.

“Kita bisa gunakan berbagai instrumen yang ada di kami. Dalam hal ini bisa administratif, pidana, dan perdata. Bahkan bisa digunakan ketiganya,” kata dia.

Dia berharap forum ini dapat mengawali langkah seluruh pihak ke depannya untuk melindungi pulau-pulau di Indonesia dari dampak kerusakan lingkungan. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |