
ANGGOTA Komisi III DPR RI, M. Nasir Djamil, mengatakan bahwa Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD RI akan segera menggelar pertemuan dan dialog dengan Pemerintah Provinsi Aceh untuk mendengar penjelasan langsung terkait kronologi sengketa keluarnya empat pulau di Aceh Singkil dari wilayah administrasi Aceh ke Provinsi Sumatra Utara.
“Kita akan mendengarkan penjelasan penyebab pulau-pulau itu lepas, di mana letak kelalaian Pemerintah Aceh hingga pulau tersebut menjadi pindah tangan,” ujar Nasir dalam keterangan yang diterima Media Indonesia pada Kamis (12/6).
Keempat Pulau?
Politisi PKS itu menegaskan bahwa sengketa dan status empat pulau yang terdiri dari Pulau Panjang, Pulau Lapan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, tidak bisa dianggap sepele dan harus ditindaklanjuti secara serius dengan pendekatan politik-hukum khususnya otonomi daerah.
“Perlu dilakukan investigasi mendalam untuk mengetahui penyebab berpindahnya status kepemilikan pulau, apakah disebabkan oleh kesalahan teknis seperti kesalahan input data, salah koordinat, atau kelalaian administrasi dari Pemerintah Aceh sendiri,” ujarnya.
Potensi Konflik?
Nasir juga mengingatkan agar Pemerintah Aceh tidak menyembunyikan informasi penting dalam proses klarifikasi nanti. Ia berharap Pemerintah Aceh bersikap terbuka dan jujur, karena menurutnya hanya dengan kejujuran dan transparansi persoalan ini bisa diselesaikan dengan baik.
Selain itu, anggota legislatif dari daerah pemilihan Aceh II itu menegaskan bahwa perkara ini harus segera diselesaikan agar tidak terjadi potensi konflik di masyarakat dan tidak terjadi pengabaian hak-hak warga.
“Kita berharap Pemerintahan Aceh bisa menyampaikan duduk perkara tanpa ada yang ditutup-tutupi, sampaikan saja secara transparan biar masyarakat tidak salah sangka,” jelasnya.
Beda Pendapat?
Ia juga mengingatkan pemerintahan yang sekarang berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, sehingga tidak ada alasan untuk saling lempar tanggung jawab. Atas dasar itu, Nasir meminta agar pemerintah Aceh dapat menyampaikan informasi secara utuh agar solusi yang dirumuskan bisa menyelesaikan permasalahan.
Selain itu, Nasir menuturkan bahwa sebelum diputuskan status keempat pulau tersebut masuk ke dalam wilayah Sumatra Utara, tata kelola pemerintahannya sempat berada di bawah cakupan nasional. Artinya, pulau-pulau itu tidak secara spesifik menjadi milik Aceh maupun Sumatra Utara.
“Tapi muncul keambiguan di tingkat pusat yang akhirnya menjadikan pulau-pulau itu diklaim sebagai milik Sumatra Utara. Pemerintah pusat seperti gamang dan pengawalan saya di pemerintah Aceh juga lemah,” imbuhnya.
Kekurangan Data?
Di samping itu, untuk memastikan keakuratan data dan kebenaran historis, Nasir menyampaikan perlu menghadirkan ahli yang independen dan berintegritas dalam diskusi bersama Pemerintah Aceh.
“Penting mengundang narasumber yang kompeten dan memahami batas-batas wilayah, baik secara historis maupun berdasarkan ketentuan hukum dan peraturan administrasi wilayah negara,” tukasnya.
Akar Sejarah?
Nasir menuturkan pemerintah juga harus menelusuri akar sejarah wilayah keempat pulau tersebut, karena itu diperlukan referensi dari narasumber yang netral dan punya kredibilitas akademis serta profesional untuk memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai sejarah pulau-pulau tersebut.
“Penanganan batasan wilayah di Indonesia itu harus melalui proses verifikasi dan melibatkan lembaga penanganan batas wilayah seperti Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI,” imbuhnya. (Dev/P-3)