
EKS Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau akrab disapa Ahok kembali diperiksa penyidik Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri.
Ahok diperiksa sebagai saksi terkait kasus korupsi pengadaan lahan untuk rumah susun (rusun) di Cengkareng, Jakarta Barat 2015-2016 lalu saat dirinya masih menjabat sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta itu.
Jelaskan Prosedur?
Wakil Kakortastipidkor Polri Brigjen Arief Adiharsa menjelaskan, Ahok diperiksa soal penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2015 untuk membeli lahan rusun tersebut.
Ahok memberikan keterangan perihal prosedur dan proses penyusunan APBD murni dan perubahan, penggunaan e-Budgeting, serta ketidaksepakatan antara eksekutif dan legislatif yang menyebabkan penggunaan Pergub Nomor 160/2015 untuk APBD Murni.
“Saksi juga menyatakan tidak mengetahui detail pengadaan tanah dalam APBD Perubahan karena itu merupakan tanggung jawab SKPD terkait. APBD Perubahan 2015 ditetapkan melalui Pergub Nomor 229/2015 yang disusun oleh BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah),” ucap Arief ketika dikonfirmasi dari Jakarta, Rabu (11/6).
Rugikan Negara?
Sebagaimana diketahui kasus dugaan korupsi ini berpotensi merugikan negara sebesar Rp649,89 miliar.
Sebanyak dua orang telah ditetapkan tersangka, yakni Sukmana selaku mantan Kepala Bidang Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov Jakarta.
Luas Lahan?
Kemudian, Rudy Hartono Iskandar yang merupakan terdakwa kasus korupsi tanah di Munjul, Jakarta Timur (Jaktim), yang diketahui gugatan praperadilannya ditolak.
Keduanya diduga terlibat dugaan korupsi pengadaan tanah seluas 4,69 hektare di Cengkareng untuk pembangunan rusun oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah (DPGP) Jakarta Tahun Anggaran 2015.
Pejabat Bermasalah?
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta era Ahok membatalkan pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Cengkareng Barat pada tahun ini karena adanya masalah kepemilikan lahan.
Sempat Dibatalkan?
Rusunawa Cengkareng itu terpaksa dibatalkan karena ketidakjelasan terkait kepemilikan lahan itu. Selain masalah kepemilikan lahan, Ahok pada saat itu menuturkan pembatalan tersebut juga dilakukan mengingat anggaran yang dibutuhkan untuk membangun Rusunawa Cengkareng Barat itu masih kurang.
"Kami sudah hitung-hitung. Kalau hanya pakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI saja tidak akan cukup. Makanya, harus ada kewajiban dari pengembang dan lain-lain," tutur Ahok.
Rencana Awal?
Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta membeli lahan yang akan digunakan untuk Rusunawa Cengkareng Barat itu dari perseorangan yang bernama Toeti Noeziar Soekarno dengan harga Rp668 miliar.
Namun di sisi lain, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), lahan tersebut merupakan kepemilikan Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) DKI Jakarta. Sengketa kepemilikan lahan antara Dinas KPKP DKI dan Toeti pun bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ada Kongkalingkong?
Ahok sempat menduga ada kongkalikong antara lurah, pejabat di Dinas Perumahan DKI dengan BPN. Karena itu, Ahok lebih memilih menyerahkan kasus ini kepada pihak berwajib.
"Sertifikat ganda ini urusan kedua. Kita buktikan di pengadilan, makanya mesti bawa ke aparat saja, biar dipanggilin KPK semua," kata Ahok dikutip dari kantor berita Medcom.id (29/6/2016)
Warga Ditipu?
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diduga ditipu warga saat membeli lahan seluas 4,7 hektare di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat. Lahan itu ternyata milik DKI. Akibat kejadian itu, Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI terancam merugi Rp670 miliar.
Kejadian berawal ketika Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov DKI membeli lahan milik warga untuk dibangun rumah rusun. Belakangan terungkap tanah itu ternyata milik Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta. (Far/P-3)