
KOMUNITAS Konsumen Indonesia (KKI) menyoroti tidak adanya aturan masa pakai galon guna ulang air minum dalam kemasan yang beredar luas di masyarakat. Galon yang sudah lanjut usia atau disebut ganula dinilai menjadi ancaman serius karena berpotensi mencemari air minum dengan senyawa berbahaya Bisphenol A (BPA).
Ketua KKI David Tobing menegaskan absennya regulasi masa pakai galon guna ulang adalah celah berbahaya. "Barang konsumsi pasti ada usia pakainya. Anehnya, di galon guna ulang justru tidak tercantum masa kedaluwarsanya," ungkap David dalam keterangannya, Selasa (17/6).
Ia menambahkan, para pakar menyebut galon seharusnya hanya bisa dipakai maksimal 40 kali. "Kalau satu minggu dipakai sekali, usia maksimum galon itu hanya satu tahun," katanya.
David membandingkan dengan tabung elpiji yang terbuat dari baja dengan aturan agar diharuskan uji ulang atau tera setiap 5 hingga 10 tahun. Jika lulus uji, tabung bisa terus dipakai; jika tidak, harus ditarik dari peredaran.
"Sementara galon guna ulang terbuat dari plastik, material yang tidak sesolid baja, masak tidak diatur masa pakainya," keluh David.
Investigasi KKI di lima kota besar di Indonesia menemukan kenyataan yang mengkhawatirkan.
"Realitasnya, kami menemukan banyak galon guna ulang yang beredar di masyarakat justru berusia di atas dua tahun. Ini yang seharusnya tidak digunakan lagi, karena termasuk ganula atau galon lanjut usia," papar David.
Galon-galon ini seharusnya sudah pensiun alias tidak layak edar, namun tetap dipaksakan beredar.
Bahaya utama dari penggunaan ganula ini adalah pelepasan Bisphenol A (BPA), senyawa kimia berbahaya yang ada dalam plastik polikarbonat. "BPA adalah senyawa kimia sintetis yang digunakan dalam pembuatan plastik polikarbonat yang menjadi kemasan galon guna ulang. Semakin tua galon ini, semakin banyak BPA bisa luruh (terlepas) ke dalam air minum," ucap David.
Dampak kesehatan dari paparan BPA tidak main-main dan bersifat jangka panjang. "BPA menurut para ahli adalah endokrin disruptor. Artinya, ia meniru hormon dalam tubuh manusia, sehingga ratusan penelitian menemukan paparan BPA berpotensi mengganggu fungsi hormonal tubuh, memengaruhi tumbuh kembang anak, bahkan meningkatkan risiko beberapa jenis kanker," terang David.
Mengingat jutaan penduduk Indonesia yang terancam oleh penggunaan ganula ini, David menekankan urgensi penanganan masalah ini. "Berdasarkan survei BPS, 40% masyarakat Indonesia itu mengkonsumsi air kemasan dari galon. Jadi artinya 40% dari 280 juta, sekitar 111 juta mengkonsumsi air minum dari galon dan bisa berpotensi terkontaminasi BPA," tuturnya.
Terlebih lagi, hasil investigasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada periode 2021-2022 menunjukkan paparan BPA akibat penggunaan ganula di enam wilayah Indonesia sudah melampaui batas aman yang ditetapkan (0,6 bpj).
Oleh karena itu, David mendesak pemerintah untuk segera menetapkan regulasi yang jelas mengenai batas masa pakai galon guna ulang dan mempercepat implementasi pelabelan peringatan bahaya BPA pada galon guna ulang. Hal ini krusial demi melindungi kesehatan konsumen dari ancaman BPA yang tak terlihat.
“Kalau masalah ini tidak segera diatasi, kita mempertaruhkan kesehatan generasi mendatang,” tutup David. (E-4)