
Sungai Cikapundung yang menjadi sumber air baku untuk masyarakat Kota Bandung menunjukkan tanda-tanda pencemaran kotoran sapi. Hal ini memicu kekhawatiran mengingat sebagian besar kebutuhan air minum bergantung pada pasokan dari sungai tersebut.
Kondisi itu terungkap setelah sejumlah dinas serta instansi terkait menyusuri aliran sungai mulai dari hulu di kawasan Maribaya di Lembang Bandung Barat hingga Kolam Tando Bengkok di Tahura, Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung sejauh kurang lebih 6 kilometer.
Penyusuran itu dilakukan perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jawa Barat, Dinas Peternakan dan Perikanan Bandung Barat, koperasi peternak dan PLN Indonesia Power.
Berdasarkan hasil pantauan mereka, berubahnya kondisi air disebabkan beberapa faktor seperti sampah, limbah rumah tangga termasuk kotoran sapi yang berasal dari tiga hulu sungai di Lembang yang mengalir ke Cikapundung.
"Mulai dari Maribaya kita telusur dan ternyata ketika kita melihat ada tiga sungai yang tercemar jadi mulai Sungai Cigulung, Sungai Cikawari dan Sungai Cikapundung," kata Kepala Bidang Produksi Peternakan pada Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat, Siti Rohani, Rabu (30/4).
Siti mengatakan, pencemaran sungai yang airnya dimanfaatkan untuk sumber kebutuhan masyarakat dan listrik itu salah satunya berasal dari limbah kotoran hewan yang dibuang para peternak dari kawasan Lembang.
Sebagai tindak lanjut, pihaknya akan berkolaborasi bersama pihak terkait untuk penanganan limbah di wilayah hulu contohnya dengan pembuatan kolam tando di sentra-sentra peternakan sapi, kompos, biogas, pupuk organik dan sebagainya.
"Diharapkan kita bisa membuat kolam tando di Suntenjaya di lahan Perhutani. Jadi nanti kita berkolaborasi lagi dengan instansi yang terkait, semuanya harus terlibat untuk menyelesaikan masalah pencermaran limbah kotoran hewan," ujarnya.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Pengendalian Dampak Lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Resmiani menerangkan, bagian hilir Sungai Cikapundung merupakan penerima manfaat, salah satunya adalah sumber air minum untuk Kota Bandung.
Dengan adanya pencemaran limbah kotoran sapi di DAS (daerah aliran sungai) Citarum Besar tersebut, lanjut dia, masalah ini harus segera ditangani semua pihak mulai dari hulu hingga hilir. Apalagi sungai ini telah tercemar bakteri E. coli diatas ambang batas.
"Tingkat pencemarannya tergantung cuaca, kalau misalnya musim hujan atau kemarau pasti akan ada perbedaan karena kan itu ada tingkat pengencan kalau musim hujan. Yang pasti, E. coli cukup tinggi, sudah melampaui baku mutu," bebernya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Bandung Barat, Wiwin Aprianti mengungkapkan, pencemaran limbah kotoran sapi merupakan persoalan yang telah berlangsung lama namun kini menjadi besar ketika jumlah penduduk semakin banyak. Jika masalah ini tidak teratasi maka dampaknya akan lebih terasa seperti sulitnya masyarakat mendapatkan air bersih.
"Kalau misalnya rata-rata kotoran sapi 12 kilo tiap ekor sapi per hari dikalikan populasi 25.600 ekor, ada ratusan ton perhari kotoran sapi yang dibuang," ucap Wiwin.
Pihaknya tidak akan mematikan mata pencaharian peternak sapi dari menjual susu, namun mencari solusi agar keberadaan mereka tidak sampai mencemari lingkungan. Diketahui ada ada sekitar 6.000 peternak sapi perah di tiga wilayah Bandung Barat, meliputi Cisarua, Parongpong dan Lembang. Baru sekitar 30 persennya sudah mengolah kotoran sapi.
"Kita rekomendasi kepada pimpinan bahwa diperlukan tandon di hulu agar air yang turun ke bawah tidak terlalu keruh minimal sudah ada saringan, bupati akan mengajukan ke beberapa pemilik lahan seperti milik Pemprov dan Kementrian Pertanian. Termasuk koordinasi dinas lain untuk pengolahan limbah agar dimanfaatkan menjadi produk yang lebih berguna," jelas Wiwin. (H-1)