Sebuah kendaraan militer Venezuela membawa rudal buatan Rusia.(AFP/JUAN BARRETO)
PRESIDEN Venezuela Nicolas Maduro mengumumkan negaranya memiliki sekitar 5.000 rudal antipesawat buatan Rusia jenis Igla-S yang siap digunakan untuk menghadapi kemungkinan ancaman dari militer Amerika Serikat (AS) yang kini ditempatkan di kawasan Karibia, dekat perbatasan negara tersebut.
"Venezuela punya Igla S, tidak lebih dari 5.000 sebagai kunci pertahanan mengamankan perdamaian," kata Maduro dikutip AFP, Jumat (24/10).
Rudal Igla-S dirancang untuk menghancurkan pesawat yang terbang rendah dengan sistem pelacakan inframerah, menjadikannya bagian penting dari sistem pertahanan udara Venezuela.
Pernyataan tegas Maduro ini muncul setelah Amerika Serikat mengerahkan pasukan, kapal perang dan pesawat tempur siluman ke wilayah Karibia. Langkah tersebut memperburuk ketegangan antara Washington dan Caracas yang sudah meningkat dalam beberapa pekan terakhir.
Hubungan kedua negara memburuk setelah pasukan AS menembaki kapal yang membawa warga sipil dan menuduh mereka sebagai pengangkut narkoba. Insiden itu menewaskan puluhan orang dan memicu kecaman keras dari pemerintah Venezuela.
Kementerian Pertahanan AS sebelumnya menyatakan bahwa negaranya sedang berada dalam konflik bersenjata melawan kartel narkoba Amerika Latin. Pernyataan ini ditolak keras oleh Caracas, yang menilai tindakan militer AS sebagai pelanggaran kedaulatan dan hukum internasional.
Menurut laporan resmi, sedikitnya delapan kapal di perairan Karibia dan di lepas pantai Venezuela telah diserang oleh pasukan AS.
Pemerintah Venezuela menganggap operasi tersebut sebagai tindakan sepihak yang dapat memicu eskalasi militer di kawasan.
Maduro menegaskan bahwa langkah AS merupakan ancaman terhadap kedaulatan Venezuela dan berpotensi memicu agresi bersenjata. Ia menambahkan bahwa pemerintahnya telah menempatkan pasukan dalam kondisi siaga tinggi untuk melindungi wilayah nasional.
Venezuela juga telah meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk menyelidiki serangan terhadap kapal-kapal sipil di Karibia.
Hingga kini, PBB belum mengeluarkan pernyataan resmi ataupun resolusi terkait permintaan tersebut.
Maduro sebelumnya juga menuding bahwa serangan terhadap kapal dan pengerahan pasukan AS di sekitar perbatasan Venezuela merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk menggulingkan pemerintah yang sah di Caracas. (Z-1)


















































