
KEJAKSAAN Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menyita sejumlah barang bukti berupa uang hingga tanah dan bangunan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kemenkominfo (sekarang Komdigi) periode 2020-2024. Penyitaan dilakukan usai penggeledahan di sejumlah lokasi setelah surat perintah penyidikan terbit pada Kamis (13/3).
"Jaksa Penyidik melakukan penggeledahan di beberapa tempat di antaranya di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tangerang Selatan," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus Bani Immanuel Ginting dalam keterangan tertulis, Jumat (14/3).
Bani mengatakan dari hasil penggeledahan penyidik menyita beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah dan bangunan. Kemudian, barang bukti elektronik yang diduga berhubungan dengan praktik rasuah itu.
Untuk diketahui, Kejari Jakpus tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa pengelolaan pada PDNS di Kemenkominfo periode 2020-2024. Dugaan korupsi itu menyebabkan terjadinya serangan ransomware pada tahun 2024.
Sebab, praktik rasuah dilakukan dengan pengondisian pemenang tender pengadaan barang dan jasa pengelolaan antara pihak Kemenkominfo dengan pihak swasta pada tahun 2023 dan 2024. Pengondisian itu terhadap proyek pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak di masing-masing tahun sebesar Rp350,9 miliar dan Rp256,5 miliar.
"Di mana perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301," kata Bani.
Bani mengatakan proses pemenangan proyek komputasi awan itu juga dilakukan tanpa meminta masukan ataupun pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), sebagai syarat penawaran. Sehingga, pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia.
Anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN yang telah menghabiskan dana sebesar Rp959,4 miliar itu juga dilakukan tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Akibatnya, diperkirakan telah menimbulkan kerugian keuangan negara mencapai ratusan miliar rupiah. (Yon/P-3)