
Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) rampung membacakan dakwaan dugaan korupsi terkait impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Dia langsung membacakan eksepsi usai tuduhannya dibacakan, melalui kuasa hukumnya.
Dalam eksepsinya, Tom menilai banyak fakta yang dipaksakan dalam dakwaan jaksa. Salah satunya yakni mereka menilai Tom tidak terseret dengan kasus dugaan korupsi importasi gula yang disangkakan.
“Terdapat fakta yuridis yang menjadi poin penting betapa TTL (Thomas Trikasih Lembong) tidak memiliki kesalahan apapun untuk disangkakan sebagai pelaku tindak pidana korupsi,” kata Kuasa Hukum Tom, Ari Yusuf Amir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari ini.
Kubu Tom menuduh jaksa melakukan kriminalisasi dalam perkara ini. Terbilang, tidak ada aliran dana yang masuk ke mantan Menteri Perdagangan itu.
“Hal itu sekaligus menunjukkan betapa kasus ini adalah bentuk kriminalisasi dan tindakan abuse of power JPU terhadap TTL,” ujar Ari.
Kubu Tom juga menilai jaksa menggunakan pasal yang keliru dalam dakwaannya. Kemudian, mereka menilai penghitungan kerugian negara yang dibacakan tidak disertai bukti cukup untuk dikategorikan tindak pidana korupsi.
“Maka penyidik seharusnya segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada jaksa pengacara negara, atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan,” ucap Ari.
Pihak Tom juga mempertanyakan alasan jaksa memasukkan transaksi pajak sejumlah pihak terkait sebagai kerugian negara. Padahal, kata Ari, urusan perpajakan merupakan tanggung jawab individu atau perusahaan yang terkait.
“Sesuai dengan asas pertanggungjawaban personal, dalam hukum pidana yang menyatakan pertanggungjawaban dalam hukum pidana bersifat pribadi,” kata Ari.
Ari juga mempertanyakan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyatakan adanya kerugian negara. Padahal, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan tidak ada kerugian dalam importasi gula di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016.
“Dengan kesimpulan (BPK) tidak terdapat kerugian keuangan negara berdasarkan laporan hasil pemeriksaan atas perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan tata niaga impor tahun 2015 sampai dengan semester I tahun 2017,” ujar Ari.
Kubu Tom menilai dakwaan jaksa merupakan tindak pidana administrasi. Sebab, kata Ari, kesalahan kliennya yang didakwakan cuma karena tidak adanya prosedur yang berlaku.
“Surat dakwaan (juga) tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap, karena dalam hal ini tidak menguraikan peristiwa mengenai harga beli gula kristal putih,” kata Ari.
Kubu Tom menilai dakwaan jaksa tidak didasari fakta atas importasi gula, yang diduga terjadi tindak pidana korupsi. Mereka menilai penegak hukum memproses Tom gegara perbedaan haluan politik pada Pemilu 2019.
“Kasus ini adalah bentuk rekayasa hukum yang dituduhkan kepada TTL karena perbedaan haluan politik,” ujar Ari.
Majelis diminta mempertimbangkan eksepsi ini. Persidangan diharap tidak dilanjutkan, karena penuntut umum dinilai membuat dakwaan berdasarkan dendam politik.
“Oleh karena itu, pengadilan harus segera membebaskan TTL. Memulihkan statusnya sebagai warga negara yang merdeka dan dilindungi hukum,” kata Ari.
Sebelumnya, JPU pada Kejagung rampung membacakan dakwaan dugaan korupsi terkait impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Dia disangkakan memperkaya orang lain, sampai membuat negara merugi.
“Merugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622, berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian negara,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 6 Maret 2025.
Setidaknya, ada sepuluh orang yang dicatat jaksa diperkaya oleh Tom. Mereka yakni Tony Wijaya NG melalui PT Angela Producs sebesar Rp144,1 miliar.
Lalu, Then Suriyanto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene sebesar Rp31,1 miliar. Kemudian, Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya sebesar Rp38,8 miliar.
Terus, Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry sebesar Rp64,5 miliar. Lalu, Eka Sapanca melalui PT Mermata Dunia Sukses Utama sebesar Rp26,1 miliar.
Kemudian, Wisnu Hendraningrat melalui PT Andalan Furnindo sebesar Rp42,8 miliar. Kemudian Hendrogiarto A Tiwow melalui PT Duta Sugar International sebesar Rp41,2 miliar.
“Memperkaya Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur sebesar Rp74,5 miliar,” ucap jaksa.
Lalu, memperkaya Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas sebesar Rp47,8 miliar. Terakhir, memperkaya Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses sebesar Rp5,9 miliar. (Can/P-1)