Tak Sekadar Morning Sickness: Hiperemesis Gravidarum Bikin Banyak Ibu Hamil Putus Asa

11 hours ago 2
 Hiperemesis Gravidarum Bikin Banyak Ibu Hamil Putus Asa Studi ini menyoroti dampak HG yang jauh lebih luas terhadap kehidupan perempuan.(Freepik)

Bukan sekadar morning sickness, hiperemesis gravidarum (HG) membuat sebagian ibu hamil mengalami hari-hari berat. Gejala seperti kelelahan, mual ekstrem, dan tekanan emosional mendalam membuat lebih dari separuh ibu hamil sempat berpikir untuk menghentikan kehamilan karena kondisi yang parah ini.

Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal PLOS ONE menelusuri pengalaman hidup perempuan Australia dengan HG dan menyoroti beratnya kondisi ini, serta ketidakkonsistenan efektivitas berbagai pengobatan yang biasa diresepkan.

Kondisi Serius yang Sering Diremehkan

Penulis utama, Asisten Profesor Luke Grzeskowiak, apoteker sekaligus peneliti dari Flinders University, menekankan pentingnya perawatan empatik dan berbasis bukti bagi perempuan yang mengalami HG.

“Hiperemesis gravidarum bukan sekadar ‘morning sickness’. Ini adalah kondisi serius yang dapat berdampak besar pada kesehatan mental, hubungan, dan keputusan perempuan terkait kehamilan berikutnya,” ujar Grzeskowiak.

“Banyak perempuan tidak mendapatkan dukungan atau perawatan yang mereka butuhkan, dan hal itu harus segera diubah.”

Survei terhadap 289 perempuan Australia menemukan bahwa 54% responden sempat mempertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan akibat gejala HG yang parah. Selain itu, 90% berpikir untuk tidak memiliki anak lagi.

Kondisi ini juga berkaitan erat dengan meningkatnya tingkat kecemasan dan depresi, di mana 62% responden melaporkan sering atau selalu merasakannya selama kehamilan. Meski gejalanya tergolong berat, hanya sekitar setengah partisipan yang menilai pengobatan yang tersedia cukup efektif.

Efek Samping Pengobatan Masih Menjadi Kendala

Obat yang paling membantu antara lain ondansetron, doxylamine, dan kortikosteroid, namun banyak perempuan melaporkan efek samping signifikan seperti konstipasi, kantuk berlebihan, hingga gangguan kognitif.

Obat lain, metoclopramide, bahkan dihentikan oleh hampir sepertiga responden karena efek samping berat.

“Banyak perempuan akhirnya mengonsumsi berbagai obat untuk mengatasi gejala mereka, tetapi kenyataannya pengobatan-pengobatan itu sering menimbulkan beban baru,” kata Grzeskowiak.

“Diperlukan bukti ilmiah yang lebih kuat agar keputusan pengobatan dapat lebih tepat dan perempuan merasa didukung untuk membuat pilihan yang aman.”

Dampak Luas pada Kehidupan Sehari-hari

Di luar gejala fisik, studi ini menyoroti dampak HG yang jauh lebih luas terhadap kehidupan perempuan. Lebih dari separuh responden melaporkan gangguan besar dalam kemampuan mereka untuk bekerja, merawat anak, menjaga hubungan, dan menjalani aktivitas sehari-hari.

Sebanyak 37% responden meminta induksi persalinan lebih awal karena gejala tak tertahankan.

Caitlin Kay-Smith, pendiri organisasi konsumen Hyperemesis Australia sekaligus penulis studi, menekankan perlunya perubahan cara pandang dalam menangani HG secara klinis.

“Terlalu sering gejala perempuan diabaikan seolah itu bagian normal dari kehamilan, padahal HG bisa mengubah hidup seseorang secara drastis,” ujarnya.
“Kita perlu meninggalkan pendekatan seragam dan beralih ke perawatan yang lebih personal, yang mengakui seluruh dampak kondisi ini.”

Penelitian ini dikembangkan bersama Hyperemesis Australia dan didukung oleh Robinson Research Institute, University of Adelaide. Para peneliti menyerukan riset lanjutan mengenai dampak jangka panjang HG dan efek pengobatannya, serta peningkatan dukungan bagi perempuan terdampak.

“Pesan dari para perempuan jelas,” kata Grzeskowiak menutup, “Mereka ingin didengar, dipercaya, dan diperlakukan dengan martabat.”

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |