Swasembada Energi Bisa Dimulai dari Indonesia Bagian Timur

2 hours ago 1
Swasembada Energi Bisa Dimulai dari Indonesia Bagian Timur Ilustrasi(Antara)

Sejumlah akademisi di Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai arah kebijakan energi nasional selaras dengan arah kebijakan pemerintahan Prabowo Subianto dalam Asta Cita, terutama menuju transisi energi hijau dengan mendorong Energi Baru Terbarukan (EBT). Pakar kebijakan publik Universitas Nusa Cendana, David B W Pandie menilai target Presiden Prabowo memang ambisius dan optimistis sehingga perlu didukung strategi yang tepat.

“Menurut saya, kebijakan pemerintah saat ini sudah ke arah yang benar, tapi desain implementasi tahapannya perlu dikomunikasikan secara lebih jelas ke publik, apa yang dilakukan setiap tahap, apa indikator keberhasilannya,” ujar David dalam Diskusi Kebijakan Publik Energi bertema Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran dari Sudut Pandang Energi di Kupang, NTT, Senin (3/11).

David menjelaskan ada dua poin penting untuk mendukung swasembada energi yang tengah dikejar oleh pemeritah. Pertama, edukasi soal kondisi Indonesia saat ini yang tengah mengalami krisis akibat impor energi dan kebocoran subsidi energi. Sehingga masyarakat bisa menggunakan energi dengan bijak dan subsidi yang diberikan bisa tepat sasaran. Kedua, menggalang kekuatan perguruan tinggi untuk gencar melakukan riset EBT agar membangun generasi yang peduli dan solider terhadap energi.

“Ilmu kita harus kuat untuk hasilkan EBT sesuai kondisi lokal. Sumber daya manusia dulu yang diperkuat, jadi peran teknologi penting untuk mendorong energi terbarukan lebih cepat. Kalau tidak, transisi akan lama dan tidak berujung,” ucapnya.

Pakar energi dari Universitas Nusa Cendana Fredrik L Benu menegaskan NTT siap menjadi salah satu pusat suplai EBT nasional untuk mendukung agenda Asta Cita pemerintah. NTT, ungkapnya, memiliki dua sumber energi strategis yang bisa menopang bauran energi nasional, yakni biomassa dan energi surya serta angin. “NTT punya potensi besar. Sumba sebagai Sumba Iconic Island dan Timor sebagai Timor Biomass Island,” ujar Fredrik.

Diversifikasi energi menjadi kunci untuk mencapai target bauran energi 19%-23% pada 2030 sesuai visi transisi energi dalam program Asta Cita. NTT, kata dia, sudah memiliki berbagai diversifikasi energi untuk mencapai hal tersebut.

“Swasembada energi itu soal kemampuan memasok energi sendiri, tidak bergantung dari luar. Untuk itu, EBT harus didorong serius dan masif,” ucap Fredrik.

Suplai Energi untuk Pulau Besar

Menurutnya, suplai EBT dari NTT tidak hanya untuk kebutuhan lokal, tetapi juga berpotensi dikirim ke daerah lain seperti Jawa dan Bali. “NTT diharapkan memberi suplai energi baru terbarukan untuk Bali. Bahkan sudah ditawarkan juga untuk Jawa Timur dan Surabaya,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, pakar ekonomi Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang, Frits Fanggidae menegaskan EBT berperan penting menurunkan biaya produksi dan mendorong daya saing UMKM. Pasalnya, listrik yang dihasilkan dari EBT harganya lebih murah, sehingga dapat menjadi intensif bagi UMKM di daerah.

“EBT akan membuat biaya produksi turun. Kalau energi murah, efisiensi naik, kapasitas produksi tumbuh, dan daya saing meningkat,” ujarnya.

Pemerintah terus memperkuat ketahanan energi, terutama di Indonesia wilayah Timur. Terbaru, PT Pertamina Patra Niaga meresmikan Fuel Terminal Labuan Bajo di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Kamis (2/10) dengan kapasitas 488 Kiloliter (KL). Selain itu, pemerintah juga mendorong Program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) di Desa Winebetan, Langowan Selatan, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut). Sebanyak 112 rumah sekarang telah teraliri listrik.

Meski begitu, ia mengingatkan bahwa elektrifikasi melalui EBT bukan menjadi satu-satunya faktor yang membuat UMKM di daerah berkembang. Menurut dia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) perlu merangkul pihak lain agar peningkatan ekonomi bisa lebih maksimal setelah elektrifikasi 100% terjadi.

“Listrik saja tidak cukup. UMKM-nya harus dipersiapkan. Pemerintah perlu rangkul Kementerian UMKM agar industri kecil pindah ke desa-desa yang sudah terang,” tutur Fanggidae.

Sebelumnya, hingga semester pertama tahun 2025, Kementerian ESDM melaporkan bahwa bauran EBT dalam bauran energi nasional telah mencapai 16 persen. Nilai ini sedikit di bawah target pemerintah yang menginginkan bauran EBT sebanyak 17-20 persen untuk 2025. Kementerian ESDM menyatakan optimistis dapat mengejar gap tersebut melalui percepatan pembangunan EBT dan pembangkit terkait.

Dalam realisasinya, pembangkit listrik berbasis EBT mencapai angka 13.155 MW pada tahun 2023 dengan komposisi meliputi; tenaga air sebesar 6.784,2 MW, panas bumi 2.417,7 MW, bioenergi 3.195,4 MW, tenaga surya 573,8 MW, dan tenaga angin 154,3 MW.

Sementara dalam Dokumen Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025-2034 menetapkan target penambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 GW hingga tahun 2034, dengan porsi EBT (termasuk sistem penyimpanan energi) mencapai sekitar 76 persen dari total kapasitas baru. Rinciannya antara lain pembangkit tenaga surya 17,1 GW, tenaga air 11,7 GW, angin 7,2 GW, panas bumi 5,2 GW, dan bioenergi 0,9 GW. (E-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |