
MANTAN Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Komjen (Purn) Oegroseno, menyarankan agar penyidikan kasus tindak pidana korupsi (tipikor) dikembalikan kepada Polri. Menurutnya, ada kondisi hukum yang membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun kejaksaan terhambat dalam mengusut kasus korupsi.
Kondisi itu digambarkan Oegroseno saat tipikor bersinggungan dengan tindak pidana umum. Ia mencontohkan, seseorang menerima uang Rp27 miliar dari hasil kejahatan sebelum menjadi pejabat negara dapat dikenakan Pasal 480 KUHP terkait penadahan.
"Kalau ada tipikor dan tindak pidana umumnya yang diatur dalam KUHP, apakah penyidik KPK bisa menangani? Kejaksaan bisa menangani? Tidak akan pernah bisa," katanya dalam diskusi bertajuk RUU KUHAP & Repositioning Penyidikan Polri yang digelar di Jakarta, Jumat (30/5).
Oegroseno juga mengutip pernyataan mantan Menkopolhukam Mahfud Md soal situasi korupsi di Tanah Air yang justru semakin bertambah banyak setelah Undang-Undang KPK lahir.
"Sampai sekarang juga situasi korupsi sering dikatakan Pak Mahfud Md, malah bertambah banyak. Ya kembalikan saja, diserahkan kepada penyidik Polri, dan Polri harus mampu," ujar Oegroseno.
Dalam diskusi tersebut, ia menjelaskan bahwa kewenangan penyidikan oleh Polri harus diperkuat. Oegroseno juga menyoroti keanehan dalam proses penegakan hukum terkait korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Sebab, baik penyidik maupun penuntut umum sama-sama berasal dari Korps Adhyaksa.
"Saya sudah melihat sidang kasus Pak Tom Lembong itu, yang menyidik jaksa, yang menuntut jaksa, hanya beda hakimnya. Jadi ya, seperti mau dibilang jeruk makan jeruk juga enggak enak, akhirnya ya sama-sama makan jeruk," katanya. (Tri/M-3)