Siapakah yang Mungkin Menjadi Paus Berikutnya?

2 weeks ago 11
Siapakah yang Mungkin Menjadi Paus Berikutnya? Paus Fransiskus.(Antara )

PAUS Fransiskus masih dirawat di rumah sakit karena pneumonia ganda, banyak yang bertanya siapa yang mungkin memimpin Vatikan dan Gereja Katolik di masa mendatang.

Paus berusia 88 tahun itu menunjukkan gejala timbulnya "pneumonia" yang ada di kedua paru-parunya dan kondisinya terus menunjukkan gambaran yang rumit, hal ini disampaikam Vatikan setelah ia dirawat di Rumah Sakit Gemelli Roma seperti dilansir Independent, Selasa (25/2).

Penyakit Paus telah menyebabkan acara-acara selama akhir pekan dibatalkan dan juga menimbulkan ketidakpastian mengenai Tahun Suci. Masalah kesehatannya dalam beberapa tahun terakhir dan usianya tersebut telah menyebabkan pertanyaan tentang penggantinya.

Sudah ada sejumlah kardinal terkenal yang namanya telah diajukan untuk mengisi peran tersebut. 

Pada 2020, Edward Pentin menerbitkan sebuah buku otoritatif tentang topik tersebut, berjudul: Paus Berikutnya: Para Kandidat Kardinal Terkemuka.

Setelah wafatnya seorang Paus atau dalam kasus pengunduran diri yang jarang terjadi seperti yang terjadi pada Paus Benediktus XVI, Vatikan menyelenggarakan konklaf kepausan, yang mana Dewan Kardinal berkumpul untuk memilih pemimpin Gereja berikutnya.

Peraturan Konklaf, per 22 Januari 2025, menyatakan ada 138 elektor dari 252 kardinal. Hanya mereka yang berusia di bawah 80 tahun yang boleh ikut serta dalam pemungutan suara rahasia di Kapel Sistina.

Empat putaran pemungutan suara akan berlangsung setiap hari hingga seorang kandidat menerima dua pertiga suara terbanyak, dalam proses yang biasanya berlangsung 15 hingga 20 hari, menurut situs Konferensi Uskup Katolik Amerika Serikat.

1. Cardinal Pietro Parolin

Sebagai sekretaris negara Vatikan sejak 2013, Parolin yang berusia 70 tahun, dari Veneto adalah kardinal berpangkat tertinggi dalam konklaf pemilihan.

Alih-alih menganut kecenderungan politik "kiri" atau "kanan", Parolin telah lama dianggap sebagai tokoh moderat yang masuk akal di dalam gereja.

Baru-baru ini, Parolin memberikan wawancara dengan surat kabar Italia L'Eco di Bergamo di mana ia mengomentari sejumlah isu geopolitik.

“Setiap orang dapat berkontribusi untuk perdamaian, tetapi solusinya tidak boleh ditempuh melalui pemaksaan sepihak yang berisiko menginjak-injak hak-hak seluruh masyarakat. Jika tidak, tidak akan pernah ada perdamaian yang adil dan abadi," katanya.

2. Cardinal Peter Erdo 

Sebagai mantan presiden Dewan Konferensi Uskup Eropa, Kardinal Erdo dikenal sebagai penganut Marian yang taat, artinya ia mengabdikan praktiknya kepada Maria, ibu Yesus.

Pria Hungaria berusia 72 tahun itu terkenal sebagai sosok yang lebih konservatif di dalam gereja, karena menentang praktik umat Katolik yang bercerai atau menikah lagi untuk menerima Komuni Kudus karena keyakinannya pada ketidakterputusan pernikahan.

Ia juga membandingkan tindakan menerima pengungsi dengan perdagangan manusia. Erdo diangkat menjadi kardinal pada tahun 2003 oleh Paus Yohanes Paulus II.

3. Cardinal Luis Antonio Tagle

Sebagai orang Filipina ketujuh yang menjadi kardinal, Tagle akan menjadi paus Asia pertama. Pria berusia 67 tahun itu saat ini menjabat sebagai wakil prefek untuk bagian evangelisasi pertama di departemen evangelisasi, setelah diangkat menjadi kardinal oleh Paus Benediktus XVI.

Ia biasanya menunjukkan politik yang lebih condong ke kiri, mirip dengan Paus Fransiskus, setelah ia mengkritik sikap dan bahasa gereja terhadap kaum gay, ibu yang tidak menikah dan umat Katolik yang bercerai atau menikah lagi.

“Kata-kata kasar yang digunakan di masa lalu untuk merujuk pada kaum gay dan orang-orang yang bercerai dan berpisah, ibu-ibu yang tidak menikah, dan sebagainya, di masa lalu kata-kata tersebut cukup keras. Banyak orang yang termasuk dalam kelompok tersebut dicap dan hal itu menyebabkan mereka terisolasi dari masyarakat luas," katanya.

4. Kardinal Matteo Zuppi

Dianggap sebagai favorit Paus Fransiskus, Kardinal Zuppi telah menjadi presiden Konferensi Episkopal Italia sejak Mei 2022.

Pria berusia 69 tahun itu diangkat menjadi kardinal oleh Fransiskus pada tahun 2019 dan sejak itu telah dikirim dalam sejumlah perjalanan global. Ia melakukan misi perdamaian ke Ukraina di mana ia bertemu dengan presiden Volodymyr Zelensky, tetapi tidak dengan Vladimir Putin dari Rusia, dan ia pergi ke Amerika Serikat untuk bertemu dengan presiden saat itu Joe Biden.

Sebelum menjadi kardinal, Zuppi berbagi pandangannya yang lebih positif tentang komunitas LGBTQ, saat ia menulis esai dalam buku James Martin tahun 2018, Building a Bridge, Un ponte da costruire yang menyatakan bahwa hal itu berguna untuk mendorong dialog, serta pengetahuan dan pemahaman timbal balik untuk pendekatan pastoral baru dengan saudara dan saudari LGBT kita.

5. Kardinal Raymond Leo Burke

Dianggap oleh para kritikus sebagai seorang tradisionalis yang blak-blakan, Kardinal Burke, lahir di Wisconsin, diangkat menjadi kardinal oleh Paus Benediktus XVI pada tahun 2010.

Ia secara terbuka berselisih dengan filosofi Paus Fransiskus yang lebih liberal, khususnya mengenai kesediaannya untuk mengizinkan pasangan yang bercerai dan menikah lagi untuk menerima Ekaristi. 

Ia juga menyebut bahasa baru gereja seputar kontrasepsi buatan, pernikahan sipil, dan kaum gay sebagai hal yang tidak menyenangkan.

Sebelumnya ia mengatakan bahwa politisi Katolik yang mendukung aborsi yang dilegalkan, seperti Biden, tidak boleh menerima Ekaristi. (Fer/I-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |