Setara Institute: Reformasi Polri Perlu Menyasar Aspek Kultural, bukan Kelembagaan

3 hours ago 1
 Reformasi Polri Perlu Menyasar Aspek Kultural, bukan Kelembagaan Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan(Antara)

DIREKTUR Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, menilai wacana reformasi Polri harus berjalan selaras dengan pembenahan lembaga penegak hukum dan sektor pertahanan lain.

"Reformasi kepolisian, oke. Tapi reformasi kelembagaan negara yang lain juga penting dilakukan, terutama TNI dan Kejaksaan," kata Halili, dalam keterangan yang diterima Sabtu (25/10).

Halili menyoroti pentingnya reformasi kejaksaan dan peradilan militer, yang hingga kini masih berlandaskan undang-undang warisan Orde Baru.

“Kalau kita serius mau melakukan reformasi sektor keamanan, salah satu agendanya adalah reformasi peradilan militer. Anggota TNI yang melakukan tindak pidana seharusnya diadili di peradilan sipil,” tegasnya.

Halili menilai, dari sisi kelembagaan, posisi Polri saat ini sudah ideal. Penempatan Polri di bawah Presiden dinilai sejalan dengan semangat supremasi sipil yang menjadi roh reformasi 1998.

“Polisi di bawah Presiden itu ideal. Itu untuk menegaskan supremasi sipil, bukan militer. Dalam demokrasi, sektor keamanan harus dikendalikan oleh aparatur sipil, bukan militer,” ujarnya.

Lebih lanjut, Halili menekankan bahwa tantangan utama Polri saat ini bukan terletak pada struktur kelembagaan, melainkan pada aspek kultural dan profesionalitas. 

Ia menilai, rendahnya kepercayaan publik terhadap Polri lebih banyak disebabkan oleh budaya kerja dan perilaku aparat di lapangan.

“Public distrust hari ini lebih banyak berkaitan dengan aspek kultural dibanding kelembagaan. Jadi kalau yang direformasi justru kelembagaannya, itu tidak nyambung,” katanya.

Selain budaya, Halili juga menyoroti pentingnya peningkatan profesionalisme dan kecepatan layanan publik. 

Ia mencontohkan, perlu adanya standar operasional prosedur (SOP) yang jelas dalam penanganan laporan masyarakat agar pelayanan menjadi lebih cepat dan akuntabel.

“Kalau Polri punya SOP yang pasti, misalnya laporan harus direspons dalam dua minggu, publik akan merasa dilayani. Ini sama seperti layanan perbankan yang cepat dan terukur,” ujarnya.

Menanggapi kegelisahan sebagian pihak bahwa reformasi akan membuat Polri semakin kuat atau menjadi superbody, Halili menilai hal itu tidak berdasar.

Menurutnya, reformasi seharusnya dipahami sebagai upaya memperkuat profesionalitas dan akuntabilitas, bukan memperluas kekuasaan.

“Tidak perlu ada ketakutan seolah-olah Polri akan jadi superbody. Justru reformasi ini harus diarahkan untuk memperkuat supremasi sipil,” ujarnya. (P-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |