
BADAN Pertanahan Sipil Gaza menyatakan serangan udara Israel pada Minggu (18/5) waktu setempat telah menewaskan sedikitnya 33 orang. Serangan tersebut terjadi setelah Israel mengumumkan perluasan operasi militer di wilayah tersebut.
Dilansir dari AFP, militer Israel menyatakan bahwa eskalasi itu merupakan bagian dari upaya untuk pembebasan sandera dan mengalahkan Hamas.
Namun, peningkatan serangan ini memicu kekhawatiran internasional, mengingat situasi kemanusiaan di Gaza terus memburuk sejak Israel menghentikan akses bantuan kemanusiaan pada 2 Maret lalu.
Dikutip dari AFP, Juru bicara pertahanan sipil Gaza, Mahmud Bassal, mengungkapkan bahwa 22 orang tewas dan sekitar 100 lainnya terluka dalam serangan udara dini hari terhadap tenda-tenda pengungsi di Al-Mawasi, Gaza selatan.
Di Khan Yunis, para pemuda menangisi jenazah kerabat mereka yang dibaringkan dalam kafan di halaman rumah sakit. Sementara itu, di wilayah utara Gaza, tujuh warga dilaporkan tewas akibat serangan di Jabalia. Rumah sakit Al-Awda di wilayah tersebut juga mengalami kerusakan.
Empat korban jiwa lainnya tercatat di kawasan Al-Zawayda dan Khan Yunis. Bassal menyebutkan serangan udara Israel itu total menewaskan 33 orang.
"Sedikitnya 33 orang tewas, lebih dari separuhnya anak-anak," kata Bassal dikutip AFP.
Militer Israel belum memberikan tanggapan atas laporan tersebut.
Pengumuman Israel untuk meningkatkan serangan militer menuai reaksi keras dari komunitas internasional. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam pidatonya di KTT Liga Arab di Baghdad menyampaikan kekhawatirannya dan menyerukan, "Gencatan senjata permanen sekarang juga."
Pernyataan penutup KTT Liga Arab meminta masyarakat internasional untuk memberikan tekanan guna menghentikan pertumpahan darah.
Italia menyerukan penghentian serangan, sementara Jerman mengaku sangat prihatin. Presiden Dewan Eropa, Antonio Costa, menyatakan dirinya terkejut dengan berita dari Gaza.
Di Tel Aviv, ribuan orang turun ke jalan, pada Sabtu (17/5) malam waktu setempat, menentang pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Mereka menuntut kesepakatan segera demi pembebasan para sandera yang masih ditahan di Gaza.
"Alih-alih membawa mereka semua pulang dengan menyetujui kesepakatan yang ada di atas meja, Netanyahu justru menyeret kita ke dalam perang politik yang tidak perlu yang akan berujung pada kematian para sandera dan tentara," kata Zahiro Shahar Mor, keponakan dari salah satu sandera yang tewas, Avraham Munder.
Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, sebanyak 251 orang disandera, dan menurut militer Israel, 57 orang masih berada di Gaza, termasuk 34 yang diyakini telah tewas. (I-2)