
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah melakukan kajian atas isi pembahasan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Selain menyoroti upaya menghidupkan kembali dwifungsi TNI, Komnas HAM juga memberikan perhatian atas perpanjangan usia pensiun prajurit.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan, perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif merupakan salah satu temuan utama pihaknya terkait RUU TNI. Perubahan yang terjadi dalam Pasal 47 ayat (2) RUU TNI, sambungnya, berpotensi mengembalikan kembali dwifungsi TNI.
"Yang bertentangan dengan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi," jelasnya dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (19/3).
Menurut Anis, TAP MPR tersebut menegaskan TNI sebagai bagian dari rakyat serta lahir dan berjuang bersama rakyat demi membela kepentingan negara. TNI, sambungnya, juga berperan sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara.
Namun, seiring pembahasan RUU TNI, Komnas HAM justru mencatat adanya perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan pada 16 kementerian/lembaga sipil. Di samping itu, terdapat pula pengaturan bahwa ke depan, presiden dapat membuka ruang penempatan prajurit aktif di sejumlah kementerian lainnya.
Selain potensi kembalinya dwifungsi TNI, Anis menyebut temuan kedua Komnas HAM terkait RUU TNI adalah perpanjangan usia pensiun prajurit sesuai pangkat lewat perubahan Pasal 53. Kenaikan bata usia pensiun, sambungnya, berisiko menyebabkan stagnansi regenerasi kepemimpinan dan inefisiensi anggaran.
"Serta penumpukan personel tanpa kejelasan penempatan tugas. Pengaturan Pasal 53 ayat (2) dan (4) usulan perubahan ini akan menjadikan pengelolaan jabatan di lingkungan organisasi TNI menjadi politis dan memperlambat generasi tubuh di TNI," terang Anis.
Bagi Komnas HAM, alasan jaminan kesejahteraan prajurit tidak dapat semata-mata dijawab dengan perpanjangan usia prajurit aktif. Alih-alih, upaya itu perlu dijawab lewat penguatan jaminan kesejahteraan yang lebih komprehensif, misalnya penggajian dan tunjangan lainnya. (P-4)