Sanksi DKPP ke KPU Dinilai Terlalu Lunak

1 week ago 17
 Sanksi DKPP ke KPU Dinilai Terlalu Lunak ilustrasi.(MI)

KOORDINATOR Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) Jeirry Sumampow menilai putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kepada komisioner KPU terlalu lunak. Sebab sanksi yang diberikan atas kasus plesiran penggunaan jet pribadi senilai lebih dari Rp90 miliar dan dianggap melanggar etik itu dipandang tidaj proporsional.

Menurut Jeirry, fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan DKPP telah jelas menunjukkan adanya pelanggaran etik serius yang diakui para pihak. Namun, sanksi yang dijatuhkan tidak sebanding dengan bobot kesalahan tersebut.

"Putusan DKPP ini terlalu ringan dan tidak sebanding dengan beratnya pelanggaran etik yang dilakukan," ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (27/10).

Ia menegaskan, publik berhak mempertanyakan dasar moral dan rasionalitas DKPP dalam menjatuhkan sanksi yang begitu lunak. Apalagi, jika dibandingkan dengan sejumlah kasus sebelumnya, pelanggaran yang lebih ringan justru berujung pada hukuman lebih berat, bahkan hingga pemberhentian.

"Keputusan ini menimbulkan kesan kuat bahwa DKPP tidak lagi berdiri tegak sebagai penjaga kehormatan penyelenggara pemilu, melainkan telah bergeser menjadi lembaga yang kompromistis," tutur Jeirry.

Ia mengingatkan, sikap DKPP yang seperti itu berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap sistem pengawasan etik dalam penyelenggaraan pemilu. Jika lembaga yang seharusnya menjadi benteng moral demokrasi justru bersikap kompromi, maka sulit diharapkan demokrasi elektoral Indonesia dapat berjalan dengan integritas.

Dalam konteks itu, TePI menilai langkah Komisi II DPR yang memanggil komisioner KPU patut diapresiasi. Namun, Jeirry menekankan agar DPR tidak berhenti pada tahap klarifikasi semata. Menurutnya, Komisi II DPR memiliki instrumen politik dan administratif untuk menegakkan akuntabilitas KPU.

Ia menyebutkan beberapa langkah yang bisa diambil DPR, antara lain merekomendasikan presiden untuk mengevaluasi integritas komisioner KPU, menunda pembahasan anggaran KPU hingga ada perbaikan transparansi, membentuk Panja atau Pansus untuk menyelidiki penggunaan anggaran, serta memanggil DKPP guna meminta penjelasan terbuka atas dasar pertimbangan etik putusan tersebut.

"Langkah-langkah ini penting karena kasus ini bukan sekadar pelanggaran individu, tetapi sudah mencederai kredibilitas kelembagaan penyelenggara pemilu," kata Jeirry.

Ia menegaskan, jika DPR hanya berhenti pada pemanggilan tanpa tindak lanjut, publik akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap seluruh arsitektur kelembagaan pemilu. Karena itu, TePI mendesak Komisi II DPR mengambil langkah tegas dan transparan.

"Demokrasi Indonesia tidak boleh dibiarkan dikendalikan oleh lembaga yang mengabaikan tanggung jawab etik dan moral di hadapan publik," pungkas Jeirry. (Mir/P-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |