
RANCANGAN Undang-Undang (RUU) TNI yang tengah dibahas adalah mimpi buruk bagi demokrasi. Ini bukan sekadar revisi, melainkan ancaman brutal menuju restorasi kekuasaan dalam politik dan sebuah arus balik menuju era otoritarianisme.
"Ini akan menjadi preseden kelam yang menjadikan militer tidak hanya sebagai alat pertahanan negara, namun otoritas yang menggerogoti kekuasaan negara," kata Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat Fauzan Bahasuan dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (19/3).
Menurut dia, RUU TNI ini sarat pasal bermasalah yang bertentangan dengan Konstitusi dan mengancam supremasi sipil. Perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif menghidupkan kembali dwifungsi TNI, sementara penambahan tugas operasi militer selain perang, termasuk dalam penanganan narkotika, mempercepat militerisasi kebijakan sipil.
"Lebih parah, penghapusan kewajiban presiden untuk meminta pertimbangan DPR dalam pengerahan TNI membuka jalan bagi intervensi militer tanpa kontrol," ujarnya.
Ditambah lagi, kata Fauzan, tata cara pembahasan RUU tersebut dilakukan secara tidak etis. Pembahasan dilakukan secara tertutup dan tidak ditempat semestinya.
Proses yang tidak layak ini mengindikasikan jika para pemangku kebijakan sedang melakukan kudeta konstitusional secara terselubung. "Jika revisi UU TNI disahkan, ini merupakan langkah mundur dalam penguatan demokrasi di Indonesia, serta upaya mengkhianati amanat reformasi yang telah dicapai dengan perjuangan berdarah-darah," pungkasnya. (Cah/P-3)