
RUSIA meluncurkan serangan besar-besaran menggunakan rudal dan pesawat nirawak ke ibu kota Ukraina, Kyiv, yang menyebabkan sedikitnya 15 orang terluka, termasuk dua anak-anak.
Serangan ini disebut sebagai salah satu yang terbesar sejak konflik meletus lebih dari tiga tahun lalu.
Dilaporkan bahwa Rusia menyerang secara bertahap, mengerahkan 14 rudal balistik dan 250 drone pada dini hari Sabtu (24/5). Meski pasukan Ukraina berhasil menembak jatuh enam rudal dan mencegat sebagian besar drone, beberapa tetap berhasil mencapai wilayah ibu kota.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut peristiwa itu sebagai malam yang sulit bagi seluruh Ukraina dan kembali menyerukan penerapan sanksi internasional tambahan terhadap Rusia.
"Dengan setiap serangan tersebut, dunia menjadi lebih yakin bahwa penyebab perang yang berkepanjangan terletak pada Moskow,” katanya melalui platform X seperti dilansir The Guardian, Minggu (25/5)
"Ukraina telah mengusulkan gencatan senjata berkali-kali, semuanya diabaikan," sebutnya.
Serangan ini terjadi beberapa jam setelah dimulainya proses pertukaran tahanan antara Rusia dan Ukraina, hasil kesepakatan yang dicapai di Istanbul pada pekan yang sama.
Sebagai bagian dari kesepakatan awal menuju gencatan senjata, kedua negara sepakat untuk membebaskan total 1.000 tahanan dari masing-masing pihak.
Pada Jumat (24/5), 390 warga Ukraina telah dipulangkan, sementara Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa 307 tahanan dipertukarkan pada Sabtu (24/5).
"Kami berharap lebih banyak lagi yang akan datang besok,” ujar Zelensky.
Zelensky pun menuduh bahwa serangan terbaru tersebut adalah bentuk sabotase terhadap upaya perdamaian, sebuah tuduhan yang juga disampaikan Rusia kepada Ukraina.
Namun, ketegangan meningkat setelah gempuran ke Kyiv yang berlangsung selama lebih dari tujuh jam dan menyebabkan kerusakan di enam distrik kota.
Distrik Obolon menjadi wilayah terdampak terparah, dengan lima orang terluka dan sejumlah bangunan rusak berat.
Gumpalan asap tampak mengepul dari lokasi jatuhnya bom, dan warga terpaksa mengungsi ke stasiun kereta bawah tanah untuk berlindung.
Olha Chyrukha, warga berusia 64 tahun, berdiri di luar bangunan apartemen yang rusak dan berharap mereka setuju untuk melakukan gencatan senjata.
"Berhenti mengebom orang-orang seperti ini," katanya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menegaskan bahwa Moskow akan memberikan rancangan dokumen yang memuat syarat-syarat gencatan senjata kepada Ukraina setelah pertukaran tahanan selesai.
Namun, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan bahwa waktu dan tempat untuk putaran negosiasi berikutnya belum ditentukan.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Ukraina Andrii Sybiha menyatakan bahwa belum ada nota perdamaian yang dikirim oleh Rusia.
“Sebaliknya, Rusia malah mengirimkan pesawat nirawak dan rudal yang mematikan ke warga sipil,” tulisnya di Telegram.
Tekanan internasional terhadap kedua negara untuk menghentikan perang terus meningkat.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menjadikan penyelesaian konflik ini sebagai prioritas utama kebijakan luar negerinya.
AS mendorong kedua belah pihak untuk melanjutkan pembicaraan damai yang telah disetujui secara prinsip oleh Ukraina dan Rusia.
Namun demikian, prospek perundingan damai tampak suram. Pemimpin Eropa menuding Moskow berusaha menunda pembicaraan sambil terus memperluas kendalinya di wilayah Ukraina.
Sabtu lalu, Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim telah merebut tiga permukiman meliputi Stupochki, Otradne, dan Loknia di wilayah Donetsk dan Sumy.