
Terak atau ampas leburan dari pengolahan nikel kini dimanfaatkan sebagai kubus berongga yang disebarkan di laut sebagai tempat untuk tumbuhnya terumbu karang. Pemanfaatan lainnya, untuk konstruksi paving blok, dan batako untuk pembangunan rumah.
“Terak nikel atau slag mengandung banyak silika yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen untuk membuat bahan konstruksi. Kini digunakan untuk membuat struktur menyerupai terumbu buatan atau bentuk material lainnya seperti paving blok atau batu bata,” kata peneliti dari Center for Environment and Sustainability Science Universitas Padjadjaran Candra Wirawan usai meninjau lokasi Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara, Jumat (30/5).
Terumbu karang berbahan terak berukuran 40x40 cm atau reef cubes yang telah disebarkan di perairan Pulau Obi itu, selama dua tahun telah sukses menjadi rumah bagi pertumbuhan karang alami sedikitnya 1,3 hingga 8,65 cm. Perairan Obi sendiri memiliki 109 spesies ikan karang dari 50 genus dan 22 famili.
Dari ratusan spesies ikan tersebut di dalamnya termasuk ikan-ikan ekonomis penting yang menjadi target tangkapan nelayan lokal, seperti ikan kerapu, kakap dan lencam. Tidak hanya ikan, terumbu karang buatan itu juga dihuni berbagai jenis biota laut lainnya, seperti bintang laut, kepiting, lobster dan teripang.
Terumbu karang buatan ditempatkan di perairan dangkal dengan kedalaman 3-5 meter, disusun membentuk struktur bangunan sebagai wadah karang tumbuh alami yang selanjutnya akan menjadi rumah bagi berbagai jenis biota laut. Penempatan difokuskan pada area terdegradasi, setelah dilakukan survei dengan kriteria substrat karang mati, pecahan karang, atau berpasir serta kontur yang relatif datar.
Total reef cubes yang telah ditempatkan sedikitnya mencapai 1.696 buah yang tersebar di tiga titik perairan dan akan terus ditingkatkan. Selain penempatan reef cubes, juga dilakukan pemantauan dan pemeliharaan rutin setiap pekan, termasuk mengukur pertumbuhan karang alami dan mencatat jenis-jenis ikan yang dijumpai.
Jika reef cubes telah ditumbuhi karang alami dan dihuni berbagai jenis biota laut , menandakan bahwa kualitas air laut di kawasan tersebut baik dan terjaga. Upaya itu sebelumnya telah ditinjau dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate Nurhalis Wahidin. Ia menjelaskan fungsi ekologis terumbu karang adalah tempat biota laut lain memijah, mencari makan dan hidup, sekaligus pelindung pantai dari gelombang dan abrasi. Ada pula fungsi ekonomis terumbu karang untuk wisata bahari.
Libatkan masyarakat lokal
Selain pemanfaatan terak, dalam kegiatan peninjauan aspek keberlanjutan yang dipraktikkan pelaku tambang, Candra juga meninjau lokasi reklamasi di beberapa lubang bekas tambang yang kini juga sudah ditanami vegetasi. "Untuk benar-benar memulihkan ekosistem alami diperlukan waktu sangat lama. Proses pemulihan ekosistem belum bisa dikatakan efektif selama aktivitas pertambangan masih berlangsung. Transparansi dan akuntabilitas perusahaan dalam melaporkan dampak lingkungan dan sosial, berada di tangan pemerintah sebagai pihak yang menerima pelaporan,” ujar Candra.
Candra juga mengingatkan, aktivitas pertambangan terbuka memiliki dampak besar terhadap keanekaragaman hayati dan kualitas lingkungan. "Sangat penting untuk melakukan pengawasan terhadap Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Audit lingkungan yang melibatkan berbagai pihak sangat penting agar dampak negatif bisa diantisipasi,” kata Candra.
Candra menegaskan, pentingnya pelibatan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan, terutama terkait relokasi dan pengelolaan lingkungan. Perusahaan juga perlu berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat, yang selama ini telah ditunjang kebutuhan layanan dasar seperti air bersih dan listrik.
Terkait kelestarian laut, Candra menekankan urgensi program pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan pengembangan teknologi pengolahan sampah terpadu. "Pertumbuhan populasi dan industri di Pulau Obi akan terus menghasilkan limbah, termasuk sampah plastik. Perusahaan harus sejak dini melakukan kampanye sekaligus mengadopsi teknologi pengolahan sampah, atau bahkan membuat inovasi yang memadukan limbah dengan sampah plastik,” ungkapnya.
Dari aspek teknis, Candra juga meminta sistem kolam pengendapan sebagai bagian dari proses pengelolaan air limpasan tambang ditingkatkan kapasitasnya untuk mengantisipasi musim hujan ekstrem.
Selama ini air hasil daur ulang sebagian digunakan untuk penyiraman jalan dan pendingin proses produksi. "Namun efektivitas jangka panjang sistem ini masih perlu dievaluasi." (X-8)