
KOALISI masyarakat sipil mengkritik tajam Revisi Undang-Undang (UU TNI) yang dinilai dapat mereduksi supremasi sipil. Salah satu yang disorot yakni implikasi dari jabatan Letnan Kolonel Teddy Indra Wijaya, sebagai Sekretaris Kabinet (Setkab) yang kini berada di bawah Sekretariat Militer Presiden atau Setmilpres.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Bhatara Ibnu Reza menjelaskan, Seskab merupakan jabatan sipil yang bertugas mengurus kepentingan kabinet sehingga harus berposisi independen. Ia menilai, dengan adanya Setkab di bawah Setmilpres, akan membuat kabinet dikendalikan oleh kepentingan militer.
“Kita tahu Setkab itu bertugas untuk melayani kabinet, kabinet itu harus independen dan tidak boleh terpengaruh oleh kepentingan politik, maka kemudian dengan dimasukkannya Setkab di bawah sekretariat militer itu akan menjadi Kabinet secara tidak langsung akan dikontrol oleh orang-orang militer, tentunya ini akan sangat berbahaya,” jelas Bhatara dalam konferensi pers menyikapi RUU TNI bersama Masyarakat Sipil pada Rabu (19/3).
Bhatara menilai jika posisi seskab saat ini berada di bawah sekretariat militer presiden (Setmilpres), hal itu justru menandai bahwa kantor kepresidenan berada di bawah komando militer.
“Saat ada seorang militer aktif mengurusi kabinet, itu akan berdampak pada independensi kabinet, militer bisa memantau dinamika politik yang terjadi di dalam kabinet secara langsung. Hal ini akan berdampak pada tata kelola kenegaraan,” tegasnya.
Selain itu, Bhatara mengungkapkan seharusnya kabinet menjadi sarana dan tempat untuk para menteri dan pembantu presiden dalam bertukar pikiran secara bebas tanpa kepentingan militer.
“Namun yang terjadi, jika Setkab menjadi bagian dari sistem militer, hal ini akan berdampak pada militer yang akan secara mudah mendapatkan informasi-informasi yang tidak seharusnya mereka ketahui,” imbuhnya.
Mengetahui dampak bahaya tersebut bagi sistem tata negara ke depan, Bhatara mendorong agar rencana pengesahan RUU TNI pada Kamis (20/3) esok untuk ditunda. Bila DPR tetap mengesahkan tanpa ada kajian komprehensif, Indonesia akan menuju kemunduran dengan sistem neo-orde baru.
“Kita akan memasuki pada masa-masa kembalinya era orde baru namun dengan gaya yang berbeda. Kalau dahulu mungkin status sosial Soeharto menggunakan militer untuk bisa mengendalikan aspek politik di Indonesia, namun kali ini militer tidak hanya dapat mengetahui apa yang terjadi di dalam kabinet namun juga bisa mempengaruhi kabinet,” jelasnya. (H-4)