Kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.(MI/RAMDANI)
Anggota Komisi I DPR RI dan Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem, Amelia Anggraini mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ketentuan keterwakilan perempuan dalam pembentukan dan pimpinan alat kelengkapan dewan di DPR RI.
Ia mengatakan putusan MK ini bukan sekadar kemenangan bagi kaum perempuan, tetapi sebuah langkah konstitusional menuju demokrasi yang lebih setara dan berkeadilan.
Amelia mengatakan putusan MK menjadi penegasan bahwa perempuan bukan pelengkap demokrasi, melainkan bagian utuh dari proses pengambilan keputusan politik di negeri ini.
"Selama ini, kita melihat perempuan sering kali ditempatkan hanya di isu-isu sosial atau kegiatan seremonial. Padahal, kemampuan dan kepemimpinan perempuan juga dibutuhkan di bidang-bidang strategis mulai dari ekonomi, pertahanan, hubungan luar negeri, sampai transformasi digital," kata Amelia melalui keterangannya, hari ini.
Amelia mengatakan sebagai Anggota Komisi I DPR yang berhadapan dengan isu-isu keamanan, diplomasi, dan kedaulatan digital, ia memahami perempuan memiliki sensitivitas dan kecermatan yang dibutuhkan untuk membaca arah kebijakan nasional dan global. Ia mengatakan putusan MK ini menjadi dasar hukum yang kuat agar perempuan di DPR dapat hadir dan berperan di seluruh ruang strategis kebijakan publik.
"Bagi kami di Partai NasDem, putusan ini sejalan sepenuhnya dengan semangat restorasi demokrasi yang menempatkan kesetaraan gender sebagai inti reformasi politik," katanya.
Amelia menegaskan keterwakilan perempuan bukan sekadar tentang angka, tapi tentang perubahan kultur. Perempuan tidak boleh hanya menjadi objek dari kebijakan, tetapi harus menjadi subjek yang ikut merancang dan memutuskan arah kebijakan itu sendiri.
Maka dari itu, ia mengajak seluruh fraksi di DPR, terutama yang memiliki jumlah anggota perempuan signifikan untuk segera menyesuaikan tata tertib dan mekanisme internalnya, agar komposisi alat kelengkapan dewan mencerminkan perimbangan dan pemerataan yang adil bagi perempuan.
"Keadilan representasi tidak lahir dari belas kasih, tetapi dari komitmen institusional yang diatur dan dijalankan secara konsisten. Saya percaya, ketika perempuan diberikan ruang yang setara dalam kepemimpinan politik, DPR RI akan memiliki perspektif yang lebih kaya, lebih empatik, dan lebih berpihak pada rakyat," katanya.
Lebih lanjut, ia menegaskan keterwakilan perempuan bukan hanya memperkaya sudut pandang kebijakan, tetapi juga memperkuat daya empati lembaga legislatif terhadap persoalan riil masyarakat, terutama bagi perempuan, anak, dan kelompok rentan.
"Putusan MK ini adalah momentum — momentum untuk menegakkan demokrasi yang lebih substantif, lebih inklusif, dan lebih manusiawi. Mari kita wujudkan bersama parlemen yang setara, demokrasi yang berkeadilan, dan politik yang berjiwa perempuan — politik yang memulihkan," katanya.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). MK menegaskan bahwa DPR RI wajib memenuhi keterwakilan perempuan minimal 30% dalam jajaran pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) DPR. “Mengabulkan permohonan para Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon III untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam putusan Perkara Nomor 169/PUU-XXII/2024, di ruang pleno Mahkamah Konstitusi pada Kamis (30/10).
Ia menegaskan, prinsip keterwakilan perempuan harus diperhatikan dalam penetapan anggota berbagai alat kelengkapan. Hal itu meliputi Badan Musyawarah (Bamus), Komisi, Badan Legislasi (Baleg), Badan Anggaran (Banggar), Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP), Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), hingga Panitia Khusus (Pansus).
“Keterwakilan perempuan harus didasarkan pada perimbangan dan pemerataan jumlah anggota perempuan di setiap fraksi, sebagaimana ditetapkan melalui rapat paripurna DPR,” tukas Suhartoyo.(Ant/P-1)


















































