Puluhan Ribu Warga Solo Banjiri Gelaran Tradisi Kirab Suran

5 hours ago 2
Puluhan Ribu Warga Solo Banjiri Gelaran Tradisi Kirab Suran Lautan manusia menyambut kirab pusaka 1 Suro dengan cucuk lampah 5 kebo bule keturunan Kyai Slamet yang digelar Keraton Kasunanan.(MI/Widjajadi)


KIRAB pusaka yang dikawal lima kerbau bule keturunan Kyai Slamet pada malam 1 Suro, selalu diselenggarakan oleh Keraton Kasunanan Surakarta, sebagai tradisi menyambut tahun baru Islam, yang tahun ini jatuh pada 27 Juni atau 1 Muharram 1447 H/2025. 

Puluhan ribu masyarakat masih merindukan dan menikmati arak arakan panjang mengeliling tembok besar keraton sejauh 4 km, yang dibalut dalam prosesi ritual tapa bisu para peserta kirab Suran. Tapa bisu ini sebagai bentuk perenungan hidup menyambut pergantian tahun baru itu.

"Tradisi kirab pusaka ini sudah berlangsung ratusan tahun, dan  akan terus dilestarikan sebagai warisan leluhur, serta memperkuat hubungan antara keraton dan masyarakat," ungkap kerabat Keraton Kasunanan, KGPH Dipokusumo yang dipercaya sebagai koordinator kirab Suran.

Menurut dia, tradisi malam satu Suro bukan sekadar perayaan pergantian tahun. Namun juga menjadi wujud penghormatan terhadap spiritualitas, sejarah, dan budaya Jawa-Islam, sekaligus menjadi  refleksi diri di awal tahun baru Hijriah.

"Ya melalui pelestarian prosesi seperti mubeng tembok keraton (beteng) dalam prosesi tapa bisu, kirab dan jamasan pusaka, masyarakat diingatkan untuk menjaga kesinambungan tradisi sekaligus memperdalam sisi spiritualnya," imbuhnya.

Keraton Kasunanan Surakarta dan Keraton Yogyakarta sering menggelar upacara labuhan sebagai bagian dari tradisi menyambut tahun baru Hijriah atau Muharram. Labuhan adalah ritual yang dilakukan dengan melemparkan sesaji atau benda-benda tertentu ke tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti laut, gunung, atau tempat-tempat lain yang memiliki nilai spiritual.

Selain tradisi kirab pusaka dengan cucuk lambah kebo bule keturunan Kyai Slamet, Keraton Kasunanan dalam menyambut tahun baru Hijriah juga melengkapi dengan penyelenggaraan labuhan di empat tempat, yakni Gunung Lawu, Gunung Merapi, Alasa Krendawahana, dan Laut Selatan.

Prosesi labuhan atau melarung sesuatu itu memiliki simbol sebagai bentuk permohonan keselamatan, keberkahan dan perlindungan dari alam, serta jejak sejarah kuat.

Hal sama juga dilakukan Pura Mangkunegaran, sebagai pusat kebudayaan yang ada di Solo juga selalu menggelar kirab pusaka berkeliling tembok pura, yang dibalut dalam topo bisu oleh para peserta. 

Begitu usai laku topo bisu dan kembali ke dalam tembok istana kuno yang dibangun Pangeran Samber Nyawa atau KGPAA Mangkunegoro I, prosesi berlanjut dengan jamasan pusaka. (E-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |