Proses Seleksi Pimpinan KPK 2024-2029 Dinilai tidak Sah, UU Tipikor Kembali Digugat 

1 week ago 18
Update Berita Live Malam Jitu Online
Proses Seleksi Pimpinan KPK 2024-2029 Dinilai tidak Sah, UU Tipikor Kembali Digugat  ilustrasi(Antara Foto)

UNDANG-UNDANG Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon mengajukan uji materi Pasal 30 ayat (1) dan (2) mengenai proses seleksi pimpinan KPK yang dianggap tidak sah.

Pemohon yang merupakan seorang konsultan hukum, Syukur Destieli Gulo, menyoroti proses seleksi, pengusulan, dan pemilihan pimpinan KPK periode 2024-2029 yang dinilai bertentangan dengan prinsip negara hukum. Menurutnya, penyelenggara negara harus tunduk pada peraturan yang berlaku, termasuk dalam pemilihan pimpinan lembaga antirasuah tersebut.

Syukur mengungkapkan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK yang dilakukan oleh Presiden periode sebelumnya (2019-2024) telah mengganggu independensi pimpinan KPK periode 2024-2029. 

Selain itu, Syukur menilai ada potensi benturan kepentingan, terutama jika pimpinan KPK yang sedang menjabat hendak mencalonkan diri kembali, karena mereka akan diseleksi oleh panitia seleksi yang dibentuk oleh Presiden periode 2024-2029 dan diajukan oleh Presiden yang sama. 

“Bila hal tersebut terjadi, maka semangat untuk menjaga independensi KPK dengan menghindari beban psikologis dan benturan kepentingan, terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri kembali pada seleksi calon pimpinan KPK berikutnya, tidak tercapai,” jelasnya di Gedung MK pada Rabu (5/3). 

Menurut Syukur, idealnya seleksi dan pengusulan calon pimpinan KPK dilakukan oleh Presiden yang memiliki masa jabatan yang sama dengan DPR. Sebaliknya, pemilihan pimpinan KPK harus dilakukan oleh DPR yang memiliki periode jabatan yang sama dengan Presiden. 

Akan tetapi pada kenyataannya, proses seleksi dan pengusulan pimpinan KPK 2024-2029 dilakukan oleh Presiden periode 2019-2024, sedangkan pemilihannya dilakukan oleh Komisi III DPR periode 2024-2029 pada 21 November 2024.

Pemohon juga menegaskan bahwa perbedaan masa jabatan antara Presiden yang melakukan seleksi dan DPR yang memilih pimpinan KPK tidak sesuai dengan Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022. 

Putusan tersebut mengamanatkan bahwa seleksi pimpinan KPK harus dilakukan oleh Presiden dan DPR yang memiliki masa jabatan yang sama untuk menjaga independensi KPK. Jika tidak, pemohon menilai bahwa posisi pimpinan KPK periode 2024-2029 menjadi inkonstitusional dan tidak sah. 

“Tegasnya menurut Pemohon, pimpinan KPK periode 2024-2029 inkonstitusional dan tidak sah,” tukasnya.

Lebih lanjut, pemohon berargumen bahwa ketidaksesuaian dalam proses seleksi dan pemilihan pimpinan KPK ini telah melanggar hak konstitusionalnya sebagai warga negara, yakni hak untuk mendapatkan penyelenggaraan negara yang berdasarkan hukum dan konstitusi. 

“Proses seleksi pengusulan dan pembelian pimpinan KPK 2024-2029 tersebut telah mencederai nilai negara hukum yang dirumuskan dalam Pasal 1-3 UUD 1945, sehingga menimbulkan kerugian konstitusional bagi pemohon berupa hilangnya maruah penegakan hukum dan konstitusi di Indonesia yang semestinya dilakukan secara konsisten dan konsekuen,” tegas Syukur. 

Oleh karena itu, ia meminta MK untuk menegaskan makna frasa “Dewan Perwakilan Rakyat”, “Presiden”, dan “Pemerintah” dalam Pasal 30 ayat (1) dan (2) UU KPK agar sejalan dengan Putusan MK 112/PUU-XX/2022.

Menanggapi hal tersebut, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyarankan Syukur untuk memperbaiki kedudukan hukum dalam permohoman agar lebih kuat. 

“Dalam hal ini perlu dielaborasi agar dapat menyakinkan MK kalau saudara Syukur ini punya legal standing,” ujar Daniel. 

Sementara itu, Ketua MK Suhartoyo menanggapi isi petitum permohonan yang meminta agar pimpinan KPK periode 2024-2029 untuk tidak membuat keputusan serta tidak melaksanakan tugas, wewenang, dan fungsi KPK sampai perkara ini diputus oleh MK. Menurutnya, 

“Jika pimpinan KPK periode sekarang ini tidak boleh membuat keputusan, nanti bisa terjadi kekosongan hukum karena yang namanya norma undang-undang sebelum dibatalkan oleh MK apapun kondisinya, harus diakui sifat keberlakuannya tidak boleh tertunda. Kecuali norma-norma yang diuji menimbulkan dampak masif sehingga dari hari ke hari semakin ada korban-korban yang ditimbulkan dari norma,” tandasnya. (H-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |