Problematika Dosen: Antara Meneliti, Memublikasi, dan Mengadministrasi?

1 day ago 7
  Antara Meneliti, Memublikasi, dan Mengadministrasi? (MI/Duta)

SEBAGIAN besar pendidik pada jenjang pendidikan tinggi di Indonesia (dosen) menghadapi persoalan. Fakta ini setidaknya dapat dikemukakan dalam tiga hal. Pertama, pemenuhan beban kerja dosen (BKD) dan tunjangan kinerja. Kedua, penggunaan dana penelitian tidak diperkenankan untuk honor dosen sebagai peneliti. Ketiga, dosen disibukkan dengan urusan administrasi.

Ketiga persoalan tersebut telah direspons dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) No 19 Tahun 2025 tentang Pemberian Tunjangan Kinerja (Tukin) kepada Dosen Aparatur Sipil Negara (ASN), yang sebelumnya hanya menerima tunjangan profesi, di luar gaji pokok dan tunjangan melekat. Penerima tukin ialah dosen yang bekerja di berbagai jenis perguruan tinggi negeri (PTN) kategori badan layanan umum (BLU) dan satuan kerja (satker), serta dosen di lembaga layanan dikti (LL-Dikti).

TUGAS POKOK DAN FUNGSI DOSEN

Definisi sivitas akademika tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam Pasal 1 ayat (13) dijelaskan bahwa sivitas akademika adalah masyarakat akademik yang terdiri atas dosen dan mahasiswa.

Pada Pasal 11 dijelaskan, sivitas akademika merupakan komunitas yang memiliki tradisi ilmiah dengan mengembangkan budaya akademik. Sivitas akademika berkewajiban memelihara dan mengembangkan budaya akademik dengan memperlakukan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai proses dan produk serta sebagai amal dan paradigma moral.

Mengacu pada UU tersebut, meneliti merupakan bagian dari pengembangan keilmuan yang hasilnya dapat digunakan untuk memperbaiki pembelajaran, pengembangan khazanah keilmuan, membantu menyelesaikan persoalan masyarakat dan industri, melahirkan rekomendasi untuk kebijakan, dan sebagainya.

Untuk mendapatkan pendanaan penelitian, baik dari internal maupun eksternal perguruan tinggi, diperlukan proposal penelitian yang memiliki distingsi dan berkualitas. Selanjutnya pengeluaran untuk kegiatan penelitian yang didanai harus teradministrasi dengan baik dan rapi, mulai dari awal sampai laporan akhir, yang biasa disebut surat pertanggungjawaban (SPJ).

Urusan SPJ berdampak pada menurunnya semangat dosen dan sering membuat dosen tidak fokus pada substansi penelitian yang dilakukan. Walaupun kadang SPJ dibantu oleh tim teknis, tetapi jika terdapat kekeliruan, dosen yang ditagih untuk memperbaiki. Hal itu membuat dosen tidak nyaman walaupun luaran penelitian telah tercapai.

Standar biaya keluaran (SBK) peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 113 Tahun 2023 tentang SBK tahun anggaran 2024 memberikan penegasan terkait dengan luaran penelitian yang harus dicapai oleh peneliti. Pasal 1 ditegaskan terkait dengan indeks biaya yang ditetapkan untuk menghasilkan 1 (satu) volume keluaran pada tahun anggaran 2024.

Namun, SBK ini dalam praktiknya tidak serta-merta meniadakan kewajiban membuat SPJ penelitian. Lembaga memang tidak meminta SPJ diserahkan. Akan tetapi, jika sewaktu-waktu ada audit dan SPJ diminta, dosen harus menyerahkannya.

Persoalan ini sebenarnya tidak menyelesaikan masalah karena berkutat pada persoalan administrasi. Apalagi masih terdapat tugas administrasi lain seperti kegiatan akademik dan akreditasi yang sangat menyita waktu. Lalu, setelah penelitian selesai, dosen wajib juga memublikasikan hasil penelitiannya sesuai panduan dan skema yang diikuti.

Dalam hal publikasi, banyak juga persoalan yang dijumpai dan sering membuat dosen tertipu, misalnya jurnal teridentifikasi predator, tidak terindeks, baik di database Sinta, Scopus, WoS, atau pengindeks lainnya, sehingga karya hasil penelitian seakan-akan tidak berguna karena tidak dapat digunakan untuk syarat khusus dan memenuhi luaran wajib.

Luaran penelitian yang dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi (JIB) sering juga mengalami persoalan, misalnya artikel tidak muncul dalam database

 Scopus, sehingga tidak bisa digunakan untuk syarat khusus kenaikan jabatan fungsional dosen dan tidak mendapatkan insentif karena jurnalnya discontinue atau artikelnya tidak ada dalam database indeksasi.

Lalu, berikutnya akankah masalah administrasi masih dibebankan kepada dosen? Menjalankan penelitian seperti mengangkut beban berat, ditambah ribet dan beban lagi persoalan administrasi. Oleh karena itu, dari sisi terminologi, beban kerja dosen (BKD) perlu disesuaikan karena istilah BKD berdampak kurang baik secara psikologis. Istilah BKD dapat diganti dengan misalnya capaian kinerja dosen (CKD), indikator kinerja dosen (IKD), atau istilah lain yang dapat menyugesti sebuah pekerjaan secara positif dan membahagiakan, bukan membebani.

Pemerintah, melalui kebijakan di berbagai kementerian yang terkait, penting untuk memberikan solusi yang membantu sebuah pekerjaan dosen dapat dilaksanakan dengan baik tanpa dibebani administrasi yang menumpuk, baik pada aspek pembelajaran, penelitian, maupun pengabdian. Apalagi untuk urusan akreditasi program studi dan institusi, pekerjaan administrasi sangat melelahkan bagi semua pihak, khususnya sivitas akademika kampus.

Atas persoalan ini, sangat dinanti kebijakan yang memberikan ‘napas lega’ agar dosen tidak terbebani lagi urusan administrasi dalam melaksanakan tugas tridharma, akreditasi program studi, dan akreditasi institusi, yang penting program dan tujuan tercapai.

PESAN DIKTISAINTEK

Mendiktisaintek Brian Yuliarto pada sesi diskusi dengan para peneliti perguruan tinggi di Gedung Kemendiktisaintek pada 28 Mei 2025, berharap agar para dosen mencari sumber-sumber pendanaan penelitian lainnya, selain dari kementerian. Di sisi lain, Wamendiktisaintek, Stella, menyampaikan bahwa slogan Diktisaintek Berdampak, dalam konteks penelitian, penting diarahkan ke hilirisasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Menurutnya, dari paper 2023, IMF menghitung kenaikan 10% dari stok riset dasar akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara sebesar 0,13%. Walaupun tidak langsung digunakan oleh industri atau masyarakat luas, suatu saat akan digunakan.

Riset dasar yang dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi mempunyai dampak ekonomi yang luas dalam jangka panjang, sebagaimana ditegaskan bahwa ‘Basic research is found to be relevant for a longer time than applied research’. Oleh karena itu, riset yang dilakukan harus terkoneksi dengan berbagai riset ilmuwan di belahan dunia dan relevan dengan kebutuhan masyarakat global. Tanpa publikasi yang berkualitas, tidak akan ada komunikasi.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |