Prabowo Hapus Kuota Impor Pangan, Pengamat: Saatnya Mengakhiri Ekonomi Rente

5 days ago 9

PRESIDEN Prabowo Subianto telah memerintahkan penghapusan kuota impor, terutama untuk komoditas yang berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak seperti daging, bawang putih dan lainnya.

Oleh karenanya, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan importasi wajib untuk segera dicabut atau direvisi. Analis kebijakan pangan Syaiful Bahari mengatakan, peraturan yang dimaksud antara lain Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pemasukan Daging Tanpa Tulang dalam Hal Tertentu ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Permentan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pengawasan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang diubah menjadi Permendag Nomor 7 Tahun 2024.

"Peraturan-peraturan tersebut berisi pasal-pasal yang mengatur impor daging dan hortikultura," tegas Syaiful melalui keterangan resminya, Senin (14/4).

Selanjutnya, kata Syaiful, pihak swasta yang diberikan hak impor daging selain BUMN, harus mendapat penetapan penunjukan sebagai pelaku impor dari Kemendag. Selain itu, penetapan kuota impor daging diputuskan melalui Ratas Kemenko Perekonomian atau Pangan berdasarkan neraca komoditas dari Badan Pangan Nasional (Bapanas).

"Regulasi ini tentu saja menciptakan potensi monopoli impor dan pengendalian harga oleh BUMN atau swasta yang berafiliasi dengan BUMN sebagai distributor. Pelaku usaha lain di luar BUMN, selain sulit mendapat penunjukan sebagai importir, juga peluang untuk mendapatkan kuota sangat kecil," ungkap Syaiful.

Sementara itu, terkait produk hortikultura, seperti bawang putih atau buah-buahan produk luar, pemberlakuan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) dan Surat Persetujuan Impor (SPI) selama ini acap kali menciptakan gejolak harga di dalam negeri dan disparitas harga yang sangat tinggi. Regulasi-regulasi tersebut, lanjut dia, dalam prakteknya justru menciptakan ekonomi rente yang merugikan negara dan masyarakat.

"Sebenarnya, peringatan ini sudah disampaikan oleh Ombudsman RI dalam Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP) akhir 2023, menyebutkan kerugian masyarakat atas permainan kuota impor bawang putih mencapai Rp4,5 triliun. Bahkan, sebelum perang tarif diluncurkan oleh Trump, Amerika Serikat sudah merilis Laporan Estimasi Perdagangan Nasional Tahunan Perwakilan Dagang Amerika Serikat (United State Trade Representative/USTR) pada Maret 2025 yang menyoroti RIPH sebagai salah satu isu non-tarif barrier," jelasnya.

Syaiful juga menjelaskan, penghapusan kuota impor tidak akan mengganggu target pemerintah untuk swasembada pangan. Pasalnya, komoditas pangan yang dibebaskan dari sistem kuota impor ini adalah produk pangan yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

"Tidak ada negara yang 100% swasembada, pasti ada yang diproduksi di dalam negeri dan ada yang tidak bisa, karena tanaman sub tropis. Jadi, kalau ada yang mengatakan penghapusan kuota impor pangan ini akan mengancam produk pertanian lokal, itu salah besar," beber Syaiful.

Oleh karena itu, Syaiful menyarankan, penghapusan kuota impor sebaiknya diganti dengan tarifisasi dalam batas yang wajar dan variatif tergantung komoditi yang diimpor. Hal ini menjadi solusi bagi pemerintah untuk menutupi defisit APBN.

"Maka, dana tarifisasi yang dihimpun dapat dikembalikan kepada petani untuk program penguatan daya saing produk pertanian dalam negeri, agar Indonesia tidak tertinggal dari negara lain dan konsumen atau industri bisa mendapatkan harga yang terbaik," tandasnya. (E-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |