
BALI dihadapkan pada berbagai isu dan krisis, salah satunya banjir pada September 2025. Situasi tersebut mendapat sorotan luas, sementara dampak krisis kian bertambah dengan munculnya rumor dan informasi tidak terverifikasi. Kondisi ini menunjukkan betapa krusialnya peran komunikasi krisis, khususnya kemampuan media handling yang cepat, tepat, dan terkoordinasi.
Pranata Hubungan Masyarakat Ahli Muda, Diskominfotik Provinsi Bali, I Gusti Ayu Sukmawati menyampaikan bahwa Bali memiliki tantangan tersendiri dalam menangani krisis, mengingat citra Pulau Dewata sebagai destinasi wisata turis mancanegara. "Posko informasi sangat diperlukan dan dibutuhkan kolaborasi dengan penyedia data dan juga mitra-mitra media," jelas Gusti Ayu.
Strategi komunikasi krisis yang dilakukan Diskominfotik Bali ialah menerapkan posko informasi. Belajar dari krisis banjir yang lalu, posko informasi sangat berperan penting untuk penyebaran pesan ke masyarakat. Di tengah kondisi krisis, masyarakat perlu mendapatkan informasi yang tepat, supaya merasa aman dan tenang.
"Informasi boleh dari mana saja, tetapi keluarnya harus dari satu pintu. Ini untuk mencegah terjadi kesalahan atau kekurang tepatan data yang disampaikan," tambahnya.
Menguatkan hal tersebut, Kepala UPTD Pengendalian Bencana Daerah BPBD Provinsi Bali, I Wayan Suryawan, mengingatkan bahwa krisis bukan sekadar kejadian fisik. Selain krisis lapangan yang menyangkut keselamatan dan layanan publik, ada krisis informasi yang menyangkut persepsi terhadap pemerintah.
"Bencana dapat ditanggulangi dengan cepat, tetapi jika komunikasi kita lambat. Ini akan menjadi bencana berikutnya," ungkap Wayan.
Wayan menyampaikan cara penanganan krisis tertentu juga dapat ditangani tidak hanya lewat satu pintu, tetapi lewat banyak saluran komunikasi dengan pesan yang harus satu makna. Tujuannya, untuk mempercepat persebaran informasi.
Praktisi komunikasi, Jojo S. Nugroho, mengingatkan bahwa krisis terjadi tidak hanya karena bencana tetapi juga terjadi karena ketidaksiapan dalam memberikan informasi. "Krisis komunikasi merupakan peristiwa, rumor, atau informasi, berasal dari internal atau eksternal, yang membawa pengaruh buruk terhadap reputasi dan dapat mengancam," jelas Jojo.
Langkah yang perlu diambil ketika menghadapi krisis ialah mendengarkan untuk memahami atau listen to understand. Sayangnya, sering kali terjadi listen to reply yang cenderung membuat reputasi rusak dan hilangnya kepercayaan publik.
"Ada empat hal yang penting dalam membuat pernyataan ketika mengalami krisis komunikasi yakni permintaan maaf, penjelasan kronologis dan dampak, langkah tanggung jawab, serta tunjukkan komitmen untuk mengembalikan kepercayaan publik," pungkas Jojo.
Hal itu mencuat dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Media Handling Isu Krisis yang digelar Direktorat Komunikasi Publik Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi). Kegiatan strategis ini bertujuan menguatkan kapasitas aparatur sipil negara (ASN) dan pegiat komunikasi publik dalam mengelola interaksi dengan media secara cepat, tepat, dan terkoordinasi saat terjadi krisis.
Ketua Tim Pengelolaan Komunikasi Strategis Pemerintah Kemenkomdigi, Hastuti Wulanningrum, menyampaikan bahwa isu opini publik kini sangat cepat terbentuk di tengah era keterbukaan informasi dan perkembangan media digital. "Kita memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan ke masyarakat bersifat cepat, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," jelas Hastuti pada Rabu (8/10). (Ant/I-2)