
PENGAMAT militer sekaligus Co-founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mendukung langkah Polri menggandeng Biro Investigasi Federal atau Federal Bureau of Investigation (FBI) untuk mendalami otak ancaman bom pesawat Saudia Airlines. Namun, ia menekankan agar kerja sama itu fokus pada pendampingan atau asistensi teknis.
Khairul menjelaskan langkah Polri bekerja sama dengan FBI itu merupakan langkah yang tepat dan strategis untuk memastikan indikasi bahwa ancaman tersebut dikirim melalui platform digital berbasis luar negeri, misalnya email anonim, media sosial, atau aplikasi pesan dengan server di Amerika Serikat.
"FBI memiliki kapasitas dan pengalaman panjang dalam bidang forensik digital serta penanganan kejahatan lintas batas, khususnya terkait terorisme dan ancaman terhadap penerbangan sipil," kata Khairul kepada Media Indonesia, Minggu (22/6).
Meski demikian, Khairul menegaskan kerja sama dengan FBI tak boleh membuat proses penegakan hukum berpindah tangan. Ia berharap FBI hanya memberikan asistensi teknis dalam mengungkap pelaku ancaman bom Saudi Airlines tersebut.
"Keterlibatan FBI sebaiknya difokuskan pada aspek asistensi teknis dan kerja sama yurisdiksi internasional. Kepemimpinan dalam proses penegakan hukum tetap harus berada di tangan Polri. Ini penting untuk menjaga kedaulatan proses hukum nasional sekaligus menunjukkan bahwa kita terbuka terhadap kerja sama global dalam penanganan kejahatan yang bersifat transnasional," katanya.
Diketahui, Polri bekerja sama dengan Biro Investigasi Federal atau Federal Bureau of Investigation (FBI) untuk mendalami siapa pengirim pesan ancaman bom pesawat Saudia Airlines. Akibat ancaman tersebut, pesawat harus mendarat darurat di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara. "Saat ini kita sedang berkoordinasi dengan FBI untuk meneliti email yang ada," kata Listyo di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta Selatan, Sabtu (21/6).
Kejanggalan Email
Listyo menyebut pihaknya menemukan ketidasesuaian, antara identitas pengirim dan email. “Kita dapati email yang dikirim tidak sesuai dengan nama dimaksud, sehingga kita sedang melakukan pendalaman lebih lanjut. Alamat emailnya tidak sesuai dengan si pemilik email," tutur Listyo.
Pesawat Saudi Airlines telah mendapat dua kali ancaman bom. Pertama, pada Selasa (17/6), Saudi Airlines SV 5726 rute Jeddah – Jakarta mendapat ancaman bom melalui e-mail yang diterima copilot. Email berbahasa Inggris itu dikirim dari Mumbai, India. Pesannya berisi teror akan meledakkan pesawat saat landing di Jakarta. Pesawat ini mengangkut 442 jemaah haji kloter 12 JKS.
Sementara Sabtu (21/6) pesawat Saudia Airlines SV-5688 rute Jeddah-Muscat-Surabaya juga mendapat ancaman bom. Pesawat ini mengangkut 376 jemaah haji kloter 33 SOC. Pesawat kemudian mendarat darurat di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara. (M-1)