PN Jakarta Utara Hukum Pimpinan MEIS Hendra Lie 10 Bulan Penjara

8 hours ago 4
PN Jakarta Utara Hukum Pimpinan MEIS Hendra Lie 10 Bulan Penjara Ilustrasi(Istimewa)

MAJELIS Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang diketuai oleh Yusti Cinianus Radja, bersama hakim anggota Hafnizar dan Wijawiyata, menjatuhkan vonis 10 bulan penjara kepada pimpinan PT Mata Elang Production (MEIS), Hendra Lie, 72, atas perkara pencemaran nama baik.

"Menyatakan terdakwa Hendra Lie terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam dakwaan alternatif kedua," kata Hakim Ketua Yusti Cinianus Radja di Jakarta, Kamis (31/10).

Selain hukuman penjara, terdakwa juga dikenai denda sebesar Rp200 juta, yang bila tidak dibayarkan akan diganti dengan kurungan selama satu bulan.
Putusan tersebut lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Peter Low, Arga Febrianto, dan Dawin Gaja yang sebelumnya menuntut 1 tahun penjara dan denda Rp200 juta. Majelis hakim menilai, video podcast yang menjadi pokok perkara mengandung unsur fitnah dan informasi palsu (hoaks) terhadap korban Fredie Tan, yang kemudian diunggah dan menyebar luas di masyarakat.

Dalam video di kanal YouTube Kanal Anak Bangsa, Rudi S Kamri berperan sebagai pembawa acara sekaligus pengelola akun, sementara Hendra Lie tampil sebagai narasumber.

"Kedua terdakwa sepakat secara bersama-sama membuat dan merekam tayangan podcast Youtube, lalu mengunggah sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 20 November 2022 dan 8 Maret 2023, hingga tayangan itu dapat diakses publik dan menjadi viral," ujar majelis hakim.

Majelis juga menyatakan, Hendra Lie secara terbuka telah menyerang kehormatan korban dengan melontarkan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar, seperti menyebut Fredie Tan sebagai pengusaha hitam, pelaku korupsi, dan pernah dicekal atau menjadi tersangka. Namun, pernyataan tersebut tidak terbukti secara hukum karena terdakwa gagal menunjukkan bukti konkret dalam persidangan.
Hakim menegaskan, perbuatan tersebut melanggar ketentuan dalam Pasal 45 ayat (3) jo. Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU ITE Nomor 11 Tahun 2008, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik melalui media elektronik.

Dalam sidang sebelumnya, ahli hukum pidana Universitas Indonesia, Flora Dianti, menjelaskan bahwa pembuktian unsur pelanggaran UU ITE harus berlandaskan pada Pasal 27 ayat (3) yang mengatur larangan penyebaran konten elektronik bernuansa penghinaan atau pencemaran nama baik. Ia menegaskan bahwa tindakan mentransmisikan atau mendistribusikan konten tersebut secara sengaja tanpa hak merupakan bentuk pidana.

"Yang dapat menilai apakah ada pencemaran nama baik terhadap diri sendiri jika diunggah dalam konten, maka yang bisa menilai apakah dirinya telah dicemarkan atau tidak adalah korbannya sendiri. Konten itu tergantung penilaian harga diri seseorang yang merasa dicemarkan," terang Flora.

Sementara itu, kuasa hukum korban Fredie Tan, Suriyanto, menyampaikan apresiasinya atas keputusan pengadilan yang dianggap adil dan objektif.

"Hal ini membuktikan bahwa semua perkataan terdakwa semuanya adalah fitnah yang sangat keji, yang tak lain hanya bertujuan untuk membunuh karakter klien kami di mata masyarakat," ungkap Suriyanto.

Ia juga memperingatkan agar pihak terdakwa tidak kembali membuat atau menyebarkan konten yang dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap kliennya.

"Kami akan mengambil langkah tegas guna menindak secara hukum apabila kembali terjadi tayangan berita-berita negatif terhadap pribadi Bapak Fredie Tan, klien kami," tegas Suriyanto.

Dalam video yang dipersoalkan, korban Fredie Tan alias Awi digambarkan sebagai pengusaha koruptor yang pantas dijebloskan ke penjara.

"Padahal, Fredie Tan adalah pengusaha yang taat hukum dan tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka, semua tudingan dalam podcast itu kini terbukti adalah fitnah," tutur Suriyanto.

Fredie Tan sendiri diketahui merupakan pemilik PT Wahana Agung Indonesia Propertindo, yang bekerja sama dengan PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk dalam pengelolaan Beach City International Stadium di kawasan Pantai Timur Karnaval Ancol.

Adapun Hendra Lie, terdakwa dalam kasus ini, diketahui menyewa salah satu ruangan di gedung tersebut melalui perusahaannya Mata Elang Internasional (MEIS). Namun, kontrak sewa itu telah diputus melalui putusan pengadilan (incrach) karena terbukti melakukan wanprestasi, sehingga perjanjian sewa berakhir. (E-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |