Plus Minus THR bagi Pekerja Ekonomi Gig

2 weeks ago 12
Plus Minus THR bagi Pekerja Ekonomi Gig Pengemudi ojek online melintas di kawasan Palmerah, Jakarta, Senin (10/2/2025).(Antara/Fauzan)

EKONOMI gig adalah sistem ekonomi yang membuka individu bekerja secara fleksibel berdasarkan proyek, tugas, atau permintaan tertentu, tanpa kontrak kerja tetap seperti dalam pekerjaan konvensional. Di Indonesia, ada beberapa kategori pekerja gig.

Kategori yang termasuk ialah mitra pengemudi dan kurir seperti pengemudi ojek online serta kurir layanan pengantaran makanan dan barang; pekerja lepas seperti desainer grafis, penulis, fotografer, penerjemah, editor, hingga programmer; pekerja di platform jasa, termasuk teknisi, tukang, penyedia layanan kecantikan, dan kesehatan; pekerja kreatif seperti influencer, YouTuber, dan content creator; instruktur dan konsultan online, misalnya guru les privat, tutor, dan pelatih kebugaran; serta pekerja di ekosistem marketplace seperti dropshipper, reseller, serta admin media sosial atau customer service lepas. 

Selain memberikan fleksibilitas, ekonomi gig berkontribusi dalam pengembangan keterampilan pekerja. Bekerja di sektor gig memungkinkan individu untuk memperoleh pengalaman baru dan meningkatkan keterampilan mereka, baik di bidang digital maupun keterampilan lain yang relevan dengan pekerjaan mereka. Hal ini penting bagi pekerja yang ingin beralih ke pekerjaan formal atau mengembangkan karier di masa depan. Dalam beberapa kasus, keterampilan yang diperoleh di sektor gig bahkan dapat membuka peluang bagi mereka untuk memulai usaha sendiri.

Polemik mengenai status mitra dan tuntutan pemberian tunjangan hari raya (THR) kepada aplikator terus menjadi sorotan di berbagai media massa di Indonesia. Terhadap tuntutan THR, pemerintah mulai terlibat dengan menciptakan beberapa inisiatif hingga berencana mewajibkan pemberian THR bagi mitra platform digital yang tentu menuai pro dan kontra. Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak pemerintah agar menetapkan regulasi yang mewajibkan perusahaan ride-hailing memberikan THR dalam bentuk tunai, bukan insentif. 

Namun, kebijakan ini dinilai dapat menjadi beban tambahan bagi perusahaan dan berisiko menghambat pertumbuhan industri ini ke depan. Apalagi saat ini, perusahaan berbasis platform digital masih menghadapi tantangan keuangan, meskipun beberapa sudah mencapai profitabilitas. Bisa saja perusahaan memilih untuk menaikkan harga tarif layanan yang pada akhirnya berdampak pada konsumen. Perusahaan juga bisa melakukan penghapusan program-program benefit untuk mitra yang selama ini telah diberikan atau bahkan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja secara massal untuk mengurangi biaya operasional.

Beberapa kota dan negara mengalami dampak negatif akibat reklasifikasi pekerja gig yang terlalu kaku. Contoh  Spanyol. Setelah pemerintah menerapkan undang-undang ketenagakerjaan yang mewajibkan pengemudi menjadi karyawan tetap, beberapa platform ride-hailing utama seperti Uber dan Deliveroo mengurangi jumlah pengemudi hingga 50%. Akibatnya, banyak pekerja gig kehilangan pekerjaan dan fleksibilitas yang mereka andalkan untuk mencari penghasilan tambahan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) Agung Yudha mengatakan asosiasi yang menaungi pelaku industri mobilitas dan pengantaran berbasis platform digital di Indonesia itu memahami semangat gotong royong dalam mendukung mitra di Hari Raya serta menghargai perhatian pemerintah terhadap mitra platform digital. 

"Selama ini, pelaku industri on-demand di Indonesia juga menjalankan berbagai inisiatif, antara lain bantuan modal usaha, beasiswa pendidikan bagi anak mitra, serta pemberian paket bahan pokok dan perawatan kendaraan dengan harga khusus, sebagai bagian dari upaya untuk menjaga pendapatan mitra. Pemberlakuan kebijakan baru terkait Bantuan Hari Raya (BHR) ini bisa berpotensi membuat pelaku industri harus melakukan berbagai penyesuaian bisnis yang dapat berdampak pada pengurangan program kesejahteraan jangka panjang yang selama ini telah diberikan untuk mitra," ujar Agung pada keterangannya, Selasa (25/2/2025).

Saat ini, sektor platform digital (aplikator) memberikan akses bagi jutaan individu untuk memperoleh penghasilan alternatif dengan fleksibilitas tinggi, karakteristik utama yang menjadi daya tarik industri ini. Berdasarkan data ITB (2023), model kerja fleksibel ini bahkan berkontribusi pada 2% dari PDB Indonesia pada 2022. "Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diterbitkan, jangan sampai justru menghambat pertumbuhan atau bahkan membatasi manfaat yang telah diberikan kepada para mitra," tambahnya.

Ia juga mengutip Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS, Indonesia memiliki 84,2 juta pekerja informal, dengan 41,6 juta di antaranya sebagai pekerja gig. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,8 juta atau 4,6% bekerja di layanan ride-hailing seperti ojek dan taksi online. "Itu berarti regulasi yang kurang tepat pasti dapat berdampak pada jutaan individu yang menggantungkan hidupnya pada industri ini," tegasnya. (I-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |