
MASYARAKAT Antifitnah Indonesia (Mafindo) menyebut dari berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pertamina mendapat serangan hoaks cukup masif pada 2024-2025.
”Jumlahnya banyak. Selama selama satu tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, terdapat 32 hoaks, scam, dan deepfake, yang menyasar pada Pertamina,” kata Presidium Mafindo Pengampu Komite Litbang Loina Lalolo Krina Perangin-angin, di Jakarta, Kamis (23/10).
Menurut Loina, sebagian besar sasaran kepada Pertamina dikaitkan dengan politik. Hal itu kemungkinan terjadi karena tema kemandirian energi merupakan salah satu janji kampanye Presiden Prabowo untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
“(Sasaran kepada) Pertamina itu menarik. Polanya tidak selalu terkait dengan lowongan seperti di BUMN lain. Dari 32 kasus untuk Pertamina, hanya tiga hoaks terkait lowongan. Sisanya lebih banyak berkaitan dengan politik. Ada 12 kasus,” imbuh Loina.
Kasus hoaks terkait politik, menurut Loina, misal mengenai kelangkaan gas elpiji 3 kilogram, tata niaga BBM oplosan, hoaks anggota DPR terima amplop sogokan dari Pertamina, serta hoaks tentang Ahok yang menyeret nama Jokowi dalam kasus Pertamina.
“Selain itu, hoaks soal peraturan yang melarang kendaraan dengan STNK mati untuk mengisi BBM di SPBU Pertamina,” ujar Loina. Selain itu, ada hoaks terkait ujaran kebencian yang menyeret-nyeret nama Pertamina, tetapi sasarannya Menteri ESDM.
Terkait hoaks bahwa Pertamina akan membayar setiap orang yang membuat narasi positif, Mafindo akan melakukan verifikasi. ”Memang kasus itu sudah diverifikasi media lain. Maka, Mafindo juga segera melakukan verifikasi terhadap berita itu secepatnya supaya bisa masuk program Turn Back Hoax kami,” lanjut Loina.
SARANKAN VERIFIKASI
Lantaran maraknya hoaks, scam, dan deepfake itulah, Loina menyarankan agar setiap masyarakat selalu melakukan verifikasi jika menemukan informasi yang meragukan.
Caranya, pertama, dengan masuk ke mesin pencari Google untuk memeriksa informasi tersebut. Menurut Loina, upaya itu cukup mudah. Apalagi, di Google terdapat label khusus untuk informasi hoaks dan sesat.
Kedua, bisa dengan memeriksa informasi website para lembaga pemeriksa fakta seperti Mafindo, Cek Fakta, atau Kementerian Komdigi. Ketiga, kata Loina, bisa dengan memeriksa langsung ke website atau hotline perusahaan yang menjadi sasaran hoaks.
Sebelumnya, Mafindo melaporkan, sebanyak 1.593 kasus hoaks atau berita bohong di Indonesia selama satu tahun pertama Prabowo-Gibran. Hasil itu didapat dari riset dalam kurun waktu 21 Oktober 2024 hingga 17 Oktober 2025. Dari total kasus ditemukan, 773 atau 48,5% di antaranya merupakan tema politik.
Target dari hoaks bertema politik paling banyak menyasar pemerintah dengan 374 temuan dan pemerintah asing dengan 126 temuan. Mafindo juga menyebut, salah satu tren menonjol adalah scam yang mengatasnamakan BUMN seperti, Pertamina, PLN, dan Telkom.
Menyikapi laporan Mafindo, pakar hukum pidana Universitas Trisakti
ANCAMAN PIDANA
Abdul Fickar Hadjar mengingatkan pembuat dan penyebar hoaks bisa diancam hukuman pidana. Termasuk hoaks yang menyasar pada BUMN seperti Pertamina.
Dasar hukumnya jelas. Kalau hoaks disebarkan melalui internet, kata Fickar, bisa dikenakan Pasal 28 E UU No 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. ”Ancamannya tinggi, enam tahun penjara. Artinya, kalau orang kena itu, bisa ditahan lebih dulu,” kata Fickar.
Di samping itu, kata Fickar, jika penyebaran hoaks dilakukan tanpa melalui internet, pelaku juga bisa dikenakan ancaman Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik. ”Yang ini ancaman lebih rendah, empat tahun,” lanjutnya.
Terkait penyebaran hoaks melalui internet, Fickar menyebut, saat ini institusi kepolisian sudah memiliki polisi siber, baik di tingkat Mabes maupun Polda. Dalam hal ini, aparat bisa mendeteksi dan melakukan penindakan.
"Penegakan hukum diperlukan, untuk membuat terapi dan sebagai upaya pencegahan agar masyarakat tidak ikut-ikutan menyebar hoaks. Apalagi ini bukan delik aduan,” kata dia.
Dalam kaitan itu, Fickar mengimbau agar masyarakat lebih berhati-hati. Selalu cek dan ricek mengenai kebenaran informasi yang diperoleh. Sebab, jika turut memposting ulang informasi hoaks, mereka juga bisa terkena konsekuensi hukum.
”Jangan sembarangan menyebarkan, kecuali konten lucu. Untuk konten serius ada konsekuensi hukum. Salah-salah bisa dipenjara,” pungkas Fickar. (E-2)