Perpanjangan PPN DTP hingga 2027, Perkuat Optimisme Pasar

3 hours ago 1
Perpanjangan PPN DTP hingga 2027, Perkuat Optimisme Pasar Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan laporan saat konferensi pers APBN KiTa edisi Oktober 2025 di Jakarta, Selasa (14/10)(MI/Usman Iskandar)

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan perpanjangan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 100% untuk pembelian properti hingga 31 Desember 2027.

"Awalnya fasilitas ini hanya berlaku hingga 31 Desember 2026, namun kini diperpanjang hingga akhir 2027," jelas Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Oktober 2025, dikutip dari Antara, Jumat (17/10).

Purbaya menambahkan bahwa insentif ini akan dirasakan oleh sekitar 40 ribu unit properti setiap tahunnya.

Keputusan untuk memperpanjang fasilitas ini diambil guna menjaga daya beli masyarakat kelas menengah serta memberikan dukungan pada sektor properti yang memiliki dampak ekonomi berantai (multiplier effect) yang besar.

“Ini adalah langkah yang akan memberikan dorongan tambahan bagi sektor properti dan tentunya akan berdampak positif pada perekonomian,” ujar Purbaya.

Para pelaku usaha properti yang tergabung dalam Realestat Indonesia (REI) menyambut baik kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait industri properti dan perumahan. Kebijakan yang terencana dan transparan ini memberikan angin segar bagi pasar properti, menciptakan kepastian yang sangat dibutuhkan untuk merencanakan bisnis properti ke depan.

Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto, mengatakan bahwa kebijakan Menkeu Purbaya memberi dampak positif, terutama dengan adanya ruang diskusi terbuka yang sering digagas oleh pemerintah.

"Pendekatan yang terencana dan terbuka memberikan pijakan yang baik bagi pengembang. Keputusan-keputusan seperti perpanjangan insentif PPN DTP hingga 2027 sangat membantu pengembang dalam merencanakan usaha," ujarnya.

Menurutnya, kepastian dalam kebijakan ini memberikan dampak positif tidak hanya bagi pelaku bisnis, tetapi juga masyarakat calon pembeli rumah.

Joko menilai, kebijakan pemerintah ini menunjukkan bahwa sektor properti dilihat sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi, bukan sekadar indikator.

"Ada sekitar 185 industri manufaktur yang terkait dengan properti, dan sektor ini memberi kontribusi besar terhadap ekonomi nasional. Bahkan, sektor UMKM juga terlibat, seperti toko bahan bangunan, penjual makanan dan minuman, serta furnitur," tambahnya.

Menurut REI, investasi di sektor properti di semester pertama tahun ini tercatat mencapai Rp75 triliun, dan diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar Rp80 triliun pada tahun 2026. Hal ini didorong oleh kebijakan pemerintah yang mendukung sektor properti, menciptakan optimisme pasar yang lebih besar.

Program 3 Juta Rumah dan Kontribusinya terhadap Ekonomi

Ketua Umum REI, Joko Suranto, saat menanggapi kebijakan baru dari Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa untik sektor properti

REI juga berkomitmen mendukung program pemerintah untuk menyediakan 3 juta rumah, dengan fokus pada pembangunan 2 juta rumah di daerah pedesaan dan pesisir. Program ini diharapkan dapat memberi dampak besar bagi perekonomian, terutama dalam menciptakan lapangan kerja baru di daerah-daerah tersebut.

"Program ini tidak hanya menciptakan hunian baru, tetapi juga menciptakan lapangan pekerjaan, peredaran uang, dan memperkenalkan industri manufaktur baru ke desa-desa yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal," jelas Joko. Ia menambahkan, pembangunan 2 juta rumah di pedesaan dan pesisir dapat berkontribusi minimal 1% terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pelonggaran SLIK OJK Diharapkan Dapat Mempermudah Akses Pembiayaan

Terkait dengan masalah seleksi kredit (SLIK) yang ketat, REI mengapresiasi langkah Menteri Purbaya yang mendukung pelonggaran aturan untuk mempermudah masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah (MBR), mendapatkan akses pembiayaan. “Kami sangat mengapresiasi langkah pemerintah untuk mencari solusi bagi permasalahan SLIK, agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses pembiayaan perbankan,” ujar Joko.

Ia menambahkan, dengan adanya kebijakan relaksasi SLIK, diharapkan dapat lebih banyak orang, khususnya MBR, yang memiliki kesempatan untuk membeli rumah melalui fasilitas KPR.

REI juga mengingatkan bahwa keberhasilan program 2 juta rumah membutuhkan kebijakan yang jelas dan terkoordinasi dengan baik. "Tantangan terbesar dalam program ini adalah kebijakan terkait pertanahan, pembiayaan, perizinan, dan pengawasan yang belum sepenuhnya berjalan dengan baik," jelas Joko.

Ia menekankan pentingnya kejelasan kebijakan mengenai legalitas tanah, perizinan, tata ruang, serta kebijakan perbankan yang mendukung skema pembiayaan untuk memastikan kelancaran program. (Z-10)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |