
PSIKOLOG anak dan remaja Anastasia Satriyo mengemukakan pentingnya penggunaan ekspresi wajah dan intonasi suara dalam aktivitas sehari-hari dalam upaya melatih anak berinteraksi dengan orang lain sejak 1.000 hari pertama kehidupan anak.
"Jadi lebih ke ekspresi wajah, kedekatan fisik, sama intonasi kita. Bicarakan rutinitas dan aktivitas dia keseharian, sehingga anak terbiasa sama interaksi manusia," kata Anastasia, dikutip Selasa (14/10).
Psikolog lulusan Universitas Indonesia itu mengatakan bahwa orangtua perlu memberikan stimulasi, membangun kedekatan, dan memberikan pengalaman yang membekas bagi anak pada 1.000 hari pertama kehidupan anak.
Dalam hal ini, orangtua bisa menampilkan ekspresi wajah dan intonasi suara saat berinteraksi dengan anak untuk merangsang mereka belajar mengeksplorasi dan memahami situasi.
Misalnya, ketika bangun pagi orangtua dapat memberikan salam disertai dengan senyuman dan suara yang menenangkan.
"Kita lakukan seperti halo, selamat pagi. Walaupun anaknya masih bayi dan enggak bergerak, kita mulai memasukkan pengalaman ekspresi, suara, dan intonasi yang menunjukkan bahwa kita melihat dia sebagai makhluk yang berharga," jelas Anastasia.
Anastasia menyampaikan bahwa pada masa 1.000 hari pertama kehidupan, anak umumnya memperhatikan contoh dari orang-orang di lingkungannya.
Pada masa itu, orangtua dapat mengajak anak beraktivitas sambil menjelaskan apa yang sedang dilakukan.
Anastasia mencontohkan, ketika mengajak anak mandi, orangtua bisa mengenalkan bagian-bagian tubuh yang sedang digosok menggunakan sabun sambil berusaha menghadirkan suasana yang menyenangkan, misalnya dengan menampilkan wajah yang ceria.
Dia mengatakan, orangtua bisa melakukan hal serupa ketika mengajak anak untuk makan atau berjemur pada pagi hari.
Praktisi terapi bermain itu menganalogikan anak sebagai sebuah ponsel yang harus diisi dengan banyak program agar semakin cerdas.
Menurut dia, orangtua harus aktif menstimulasi anak melalui berbagai kegiatan untuk membangun kemampuannya dalam memahami situasi dan berinteraksi.
"Jadi, memang ketika mau siap jadi orangtua, capeknya adalah kita banyak memberikan pengalaman-pengalaman itu. Enggak bisa kayak diam-diam saja, karena otak manusia ini kayak kita punya handphone, harus diisi pengalaman," pungkas Anastasia. (Ant/Z-1)